Selasa, 11 November 2008

PEMERINTAHAN SOSIALIS DI ASIA TENGGARA STUDI KASUS VIETNAM DAN LAOS

Latar Belakang
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang sangat penting di dunia, semua ini terlihat pada abad 19, kawasan ini menjadi kawasan yang diperebutkan oleh para kolonialis Barat karena kekayaan alamnya yang melimpah. Seperti halnya Inggris, Perancis, Portugal, Belanda yang menjadikan daerah-daerah di kawasan ini sebagai Negara jajahannya.

Terlepas dari penjajahan yakni setelah berakhirnya perang dunia ke II banyak Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini memproklamirkan kemerdekaannya. Mesti begitu perjuangan mereka tidaklah berjalan lancar, penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Peristiwa perang dingin yang terjadi paska Perang dunia II antara Amerika Serikat dan Uni Soviet berlangsung lebih dari 40 tahun. Pada masa itulah kedua Negara besar ini berlomba-lomba untuk memperluas pengaruh dan menyebarkan ideologinya keseluruh penjuru dunia. Amerika Serikat dengan pahan kapitalisnya yang dianggap ideologi terbaik di dunia dan Uni Soviet dengan paham komunisnya yang juga menganggap ideologinyalah yang paling sempurna.

Salah satu kawasan yang dijadikan tempat perluasan pengaruh kedua Negara besar ini adalah Asia Tenggara. Bahkan Vietnam menjadi rebutan antara Amerika Serikat dan Uni soviet sehingga terbagi menjadi dua bagian. Bagian utara Vietnam berhaluan sosialis dan bagian selatan Vietnam berhaluan kapitalis. Pada akhirnya Vietnam utara berhasil menang melawan Vietnam selatan yang dibantu Amerika dan berhasil menyatukan dua Negara yang terpecah dan menjadikannya sebagai Negara sosialis. Selain itu Vietnam utara juga memperluas pengaruhnya ke Negara tetangganya yakni Laos dan Laospun mengikuti ideologi dan jalan hidup Vietnam. Akhirnya jadilah Vietnam dan Laos sebagai Negara sosialis di Asia Tenggara karena terlalu besarnya pengaruh komunis Uni Soviet di kedua Negara ini pada masa perang dingin.

Perang dinginpun sudah berakhir yang diiringi dengan runtuhnya Uni Soviet pada bulan Desember 1991, namun hal ini tidak menyurutkan semangat Vietnam dan Laos untuk tetap menggunakan dan mempertahankan ideologi sosialisnya yang menjadi landasan Negara. Dalam kondisi ekonomi yang semakin memburuk akibat sudah tidak adanya lagi bantuan dana dari Soviet, Vietnam dan Laos tetap menjadi Negara sosialis di Asia Tenggara. Untuk menyelesaikan semua permasalahannya ini Vietnam dan Laos mulai membuka diri dan pasar mereka namun dari segi politik komunis masih dipertahankan.

Permasalahan
Vietnam dan Laos menjadi Negara sosialis di Asia Tenggara, namun perekonomian kedua Negara ini sangatlah memprihatinkan bahkan termasuk salah satu Negara miskin di Asia Tenggara. Meski berpahamkan sosialis, tapi kini Vietnam dan Laos sudah mulai membuka diri untuk hubungannya dengan dunia luar, ini terlihat bahwa kini keduanya sudah melakukan hubungan bilateral dengan berbagai Negara serta ikut aktif dalam orgasnisasi internasional, kini keduanya telah menjadi angota ASEAN (Associations of South East Asia).

Dalam menghadapi krisis di negaranya, kedua Negara ini sudah mulai memperbaiki semuanya dan membuka pasarnya mengikuti pasar bebas tapi dalam segi politik komunis tetap dipertahankan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kondisi perpolitikan kedua Negara dan bagaimana cara mereka keluar dari krisis dan tetap mempertahankan ideologi komunis.

Penelitian Sebelumnya
Dalam penelitian sebelumnya mengenai Vietnam dan Laos terdapat dalam buku pertumbuhan Pertumbuhan dan Perkembangan Negara-negara di Kawasan Indocina (Vietnam,Kamboja, Laos dan Myanmar) Pada Dasa Warsa 90-an Dalam Hubungannya Dengan ASEAN: Prospek dan antisipasi Indonesia. Dalam buku tersebut banyak mengungkapkan mengenai Vietnam dan Laos dari berbagai aspek mulai sejarah, politik, ekonomi, dan hubungan luar negerinya.
Untuk itu karena kedua Negara ini memiliki pemerintahan yang sama yakni sebagai Negara komunis maka dalam penulisan makalah ini akan diperbandingakan mengenai kedua Negara ini sebagai Negara komunis di Asia Tenggara.

Pemerintahan Sosialis di Vietnam
Vietnam memiliki nama resmi Republik Sosialis Vietnam (Cộng Hòa Xã Hội Chủ Nghĩa Việt Nam). Secara geografis Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Cina di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan. Dengan populasi sekitar 84 juta jiwa, Vietnam adalah negara terpadat nomor 13 di dunia dan Negara berpenduduk terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia. Memiliki luas wilayah 329707 km terdiri atas bukit-bukit dan gunung-gunung berhutan lebat. Bagian Utara kebanyakan terdiri atas pegunungan dan Delta Sungai Merah, sedangkan bagian Selatan dibagi menjadi dataran rendah tepi pantai, puncak Annamite Chain, hutan-hutan luas dan tanah yang tidak subur.

Sejarah
Vietnam memiliki sejarah yang cukup unik diantara Negara Asia Tenggara lainnya. Penaklukan sudah menjadi bagian dari kehidupan rakyat Vietnam selama berabad-abad lamanya. Dimulai dari penaklukan Cina atas Vietnam, kolonialis Perancis, Kolonialis Jepang hingga pendudukan Amerika Serikat. Meski memiliki sejarah penjajahan panjang oleh bangsa asing namun Vietnam juga melakukan penaklukan kedaerah disekitarnya terutama kedaerah selatan seperti halnya bangsa Kampuchea (khamer).

Perang terus terjadi di Vietnam sehingga Bangsa Vietnam terkenal tangguh dalam berperang. Penjajahan pertama di Vietnam adalah penjajahan Cina yang berlangsung dari tahun 111 Masehi hingga 939 Masehi , maka tidak mengherankan bila diantara kedua Negara ini memiliki banyak kesamaan mulai dari agama, bahasa, seni, pakaian, makanan, dan filsafat.

Pada abad ke 19 musuh baru datang untuk melakukan penaklukan terhadap Vietnam yakni Perancis yang diawali dengan datangnya para misionaris Perancis pada abad 16. Pada tahun 1858, pasukan Perancis menyerang Da Nang dan mulailah perang melawan Vietnam, Perancis menduduki wilayah selatan lebih dari 20 tahun dan kemudian wilayah Utara pada tahun 1883 dengan serangannya ke Ibukota Hue dan memaksa Dinasti Nguyen menandatangani perjanjian damai 1883-1884 yang mengakui kekuasasan Perancis diseluruh wilayah Vietnam . Karena itulah mengapa pengaruh budaya Perancis begitu kuat di Vietnam Selatan. Vietnam utara lebih giat berjuang melawan penjajahan pada Februari 1930 berdiri partai komunis Indochina dibawah pimpinan Ho Chi Minh yang melakukan perjuangan pembebasan dengan cara-cara baru yakni kemerdekaan nasional, demokrasi dan sosialisme.

Setelah pengaruh Perancis mulai berkurang datanglah pasukan Jepang sekitar tahun1940an, namun setelah kekalahannya pada perang dunia II dan Jepang menyerah terhadap sekutu. Pada 2 September 1945 Vietnam memproklamirkan kemerdekaannya dan menjadi Republik Sosialis Vietnam. Namun Perancis tidak mengakuinya. Terjadilah perang melawan penjajahan Perancis, akhirnya tahun 1954 benteng terakhir Perancis di Vietnam berhasil dijatuhkan dan berakhirlah penjajahan Perancis terhadap Vietnam.

Setelah kemerdekaan perangpun terjadi kembali, kini perang saudara yang terjadi pada tahun 1959 antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara. Vietnam utara memprotesi pemilu yang tidak adil karena dihalang-halangi kemenangannya oleh Vietnam Selatan. Sebenarnya Vietnam selatan ini tidak menginginkan untuk menjadi Negara sosialis. Pada masa Perancis datang kembali setelah merdeka Vietnam selatanlah yang berhasil diduduki, karena itulah terdapat perbedaan cara pandang diantara keduanya, selatan dan utara yang mengakibatkan terjadinya perang saudara. Vietnam selatan yang memperoleh dukungan dari Amerika Serikat berperang melawan Vietnam Utara. Namun perang berhasil dimenangkan oleh kaum komunis vietnam utara pada tahun 1975 dan berhasil menyatukan kedua wilayah dibawah satu kepemimpinan Vietnam Utara. Secara resmi pada tahun 1976 penyatuan dua wilayah ini dilakukan dan menjadi republik sosialis Vietnam.

Politik
Sejak awal Vietnam yakin sosialislah yang akhirnya menang dalam perseteruan panjang antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sejak dekade 50an para pemimpin Hanoi yakin bahwa sosialisme dibawah kepemimpinan Uni Soviet akan menjadi pemenang dalam pertarungan blok barat dan blok timur. Para pemimpin Vietnam sangat mempercayai keunggulan sosialisme hal ini tercermin dari sikap optimisme mereka bahwa kapitalisme pada akhirnya akan kalah dalam pertarungan dua kubu utama di dunia, apalagi setelah kemenangan mereka terhadap pasukan Amerika.

Dalam pemerintahan, Negara Vietnam berlandaskan sistem demokratis-sentralisme. Demokrasi sentralisme adalah kehendak rakyat disalurkan dari bawah, disaring oleh atas, dan kemudian dikembalikan lagi kebawah melalui garis-garis tertentu, yang bersifat perintah atau komando. Dari segi ideologi Vietnam menganut ideologi komunis faham Marxisme-Leninisme serta ajaran –ajaran HO Chi Minh. Faham inilah yang menjadi ilham dan menerangi pemikiran dan sikap bangsa Vietnam dalam menghadapi musuh-musuh imperialisme dan kolonialisme. Mereka juga menganggap masyarakat sosialis adalah masyarakat masa depan.

Sejak kemerdekaannya partai komunis Vietnam merupakan kekuatan politik utama yang memegang dan mengendalikan kekuasaan melalui kongres partai komunis Vietnam bersama Majelis nasional Vietnam sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara. Meskipun kekuasaan partai komunis itu sepenuhnya tapi dalam prakteknya terdapat dua partai boneka yakni partai demokrasi dan partai sosialis yang menjadi check and Balances.

Dalam distribusi kekuasaannya sesuai konstitusi Vietnam 1992, pembagian kekuasaan pemerintahan dibagi menjadi tiga; kekuasaan Legislatf dipegang oleh Majelis Nasional, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden yang dibantu wakil presiden dan perdana menteri yang dibantu oleh lima wakil perdana menteri dan para menteri cabinet dan kekuasasan Judikatif dipegang oleh Badan Peradilan yaitu People’s Court dan Central Commissions .

Majlis nasional Vietnam bertugas sebagai badan perwakilan rakyat pemegang kekuasan tertinggi yang bertugas membuat keputusan-keputusan mengenai kebijaksanaan dasar politik dalam dan luar negeri, sasaran pembangunan ekonomi dan sosial, pertahanan dan keamanan Negara serta melakukan pengawasan tertinggi terhadap seluruh kegiatan Negara dan pemerintah.

Presiden bertugas sebagai kepala Negara yang menjadi wakil Negara baik di dalam maupun luar negeri yang dipilih oleh majlis nasional. Sedangkan perdana menteri adalah pemempin pemerintahan yang merupakan badan eksekutif dari majelis nasional serta badan administrasi tertinggi republik sosialis Vietnam.

Dalam setiap kebijakannya Vietnam berdasar pada partai komunis Vietnam yang juga mengendalikan kekuasaan dan pelaksanaan politik melalui kongres partai komunis dan majlis nasional. Di dalam partai komunis terdapat polit biro. Polit biro komunis Vietnam sebagai organ sentral partai adalah eksponen penting bagi penentu arah serta tujuan pemerintahan .

Politik Luar Negeri Vietnam
Politik luar negeri Vietnam selalu mengalami perubahan pada setiapmasa-masanya. Pada awal berdirinya yakni tahun 1945, arah politik Vietnam cenderung netral tidak memihak secara terbuka terhadap dua kubu Amerika Serikat ataupun Uni soviet yang ketika itu berseteru. Meskipun berpahamkan sosialis tapi dalam hubungannya dengan Soviet pada saat itu tidaklah terbuka. Namun setelah terjadi pemisahan Vietnam selatan dan Vietnam utara oleh Perancis sesuai perjanjian Jenewa. Isi perjanjian itu adalah di utara lintang 17 derajat menjadi Vietnam Utara yang beraliran komunis dan di selatan lintang 17 derajat menjadi Vietnam Selatan yang berada di bawah Perancis .

Setelah terjadinya perang saudara Vietnam utara dan Vietnam selatan yang didukung Amerika Serikat maka hal inilah yang akhirnya mendorong Vietnam lebih dekat dengan Soviet. Dalam perkembangannya Vietnam menjadi lebih tegas dalam menentukan lawan dan kawan dengan mulai melancarkan tuduhan kepada Negara-negara tetangganya adalah Negara boneka Amerika. Dalam kondisi perang melawan Amerika hubungannya dengan cina semakin dekat karena cina merupakan penyuplai kebutuhan bagi Vietnam.

Politik luar negeri Vietnam setelah perang saudara berusaha membujuk Negara Barat untuk memberikan bantuan ekonomi karena banyak hal yang hancur akibat perang. Tapi karena merasa telah berhasil mengusir pasukan Amerika di Vietnam maka militer Vietnam merasa unggul dari Negara tetangganya. Militer Vietnam menjadikan Kamboja sebagai target militernya. Bulan Desember 1978 Vietnam mengawali invasinya dan pendudukan kamboja yang bertahan hingga sebelas tahun dengan menanamkan rejim boneka di bawah Heng Samrin .

Meski dari segi politik dan militer Vietnam bisa dikatakan berhasil tapi ekonominya sangatlah mundur apalagi bantuan dari Negara-negara sosialis semakin berkurang. Dengan semakin buruknya keadaan ekonomi memaksa para pemimpinnya lebih memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan melakukan perbaikan ekonomi dengan mengeluarkan agenda doi moi namun tidak mengubah ideologi komunisnya, juga tidak lagi tergantung pada Soviet maupun Cina yang sudah tidak dapat dipercayai lagi.

Politik luar negeri Vietnam paska perang dingin lebih cenderung menghadapi ketakukan akan invasi cina ke Vietnam selain itu Vietnam juga menyadari kesalahannya melakukan penyerangan terhadap kamboja yang banyak mengeluarkan dana.

Pada tahun 1985 dan 1995 hingga saat ini Vietnam merubah kebijakannya dari kebijakan isolasi menjadi normalisasi. Prioritas utamanya adalah menjalin dan mengembangakan hubungan persahabatan dengan Negara-negara tetangga, Negara-negara kawasan dan Negara-negara maju serta organisasi-organisasi Internasional.
Tiga pencapaian dalam kebijakan luar negeri tahun 1995 yang dapat menjadi landasan adalah, pertama dimensi regional, masuknya Vietnam ke dalam anggota ASEAN, kedua integrasinya ke dalam ekonomi global dengan menjalin kerjasama dengan Uni Eropa, ketiga dimensi strategis dan global ditandai dengan normalisasi hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat . Dengan begitu normalisasi hubungannya dengan dunia luar pada dasarnya sudah tercapai.

Pemerintahan Sosialis di Laos
Laos merupakan satu-satunya Negara Indocina yang terkurung oleh daratan dengan dikelilingi oleh lima Negara diperbatasannya, dibagian utara berbatasan dengan Cina, dibagaian timur berbatasan dengan Vietnam, dibagaian barat berbatasan dengan Burma dan Thailand dan kamboja dibagian selatannya. Laos memiliki luas wilayah 236800 km dengan mengalirnya sungai Mekong sungai terpanjang di Asia Tenggara yang mengalir sepanjang perbatasannya dengan Thailand. Selain itu Laos juga memiliki hutan tropis dan daerah aliran sungai yang subur. Jumlah penduduk Laos mencapai 4,7 juta jiwa yang terdiri dari 50 kelompok etnis yang berbeda.

Sejarah
Seperti halnya berberapa Negara Asia Tenggara lainnya yang juga mengalami pendudukan dari bangsa asing, Laos juga memiliki sejarah kolonialisasi yang cukup panjang. Pada abad ke 13 invasi Mongol ke Cina Selatan dan Asia Tenggara telah memaksa orang-orang Laos untuk migrasi dan pada tahun 1707 Laos terbagi menjadi tiga Negara kecil yang saling bertentangan yakni Negara Vientiane, Luang Prabang, dan Champa sak serta sempat juga mengalami penyerbuan dari Thailand dan Vietnam.

Pada tahun 1893 Laos dijajah oleh Perancis, dibawah pendudukan Perancil Laos yang terbagai menjadi tiga bagian Negara kecil kini dipersatukan kembali tepatnya pada tahun 1899 penyatuan tiga Negara kecil di Laos resmi bersatu kembali. Sama seperti kebanyakan Negara-negara di Asia Tenggara lainnya, ketika Jepang melakukan penaklukan keberbagai Negara di Asia, Laos juga tidak luput dari pendudukan Jepang tersebut. Pada tahun 1941 Jepang menyerbu Laos dan mulai melakukan kolonialisasi di Laos.

Setelah kekalahan Jepang terhadap sekutu serta menandai berakhirnya perang dunia ke II, gerakan kemerdekaan Laos membentuk pemerintahan yang dipimpin oleh raja Dhet Sarath. Tapi setelah Perancis datang kembali dan melakukan pendudukan terhadap Laos pada tahun 1946 pemerintahan ini kemudian hancur dan bubar.

Di bawah pendudukan Perancis untuk yang kedua kalinya ini, dibentuklah pemerintahan monarki konstitusional pada tahun 1947 yang kemudian pada tahun 1949 Laos menjadi Negara merdeka dibawah Uni Perancis dan akhirnya pada tahun 1953 Perancis memberikan kemerdekaan penuh terhadap Laos.

Mesti pendudukan asing telah berakhir tapi masalah di Laos belum sepenuhnya berakhir tapi terjadi perang saudara yang juga melibatkan pihak asing dibelakangnya. Pertempuran muncul antara tiga kelompok:
1) Kelompok pro-Barat dibawah pimpinan Jenderal Phaumi Nosavan,
2) Kelompok netral dipimpin pangeran Souvana Phouma dan
3) Kelompok Pathet Lao dibawah Souphanouvong yang beraliansi dengan Viet Minh dan menduduki Laos utara.

Pertempuran besar lainnya kembali terjadi setelah Vietnam Utara melakukan penyerbuan ke selatan dimana pertempuran tersebut sarat akan intervensi pihak asing. Pemerintahan kerajaan Lao yagn mendapat dukungan Amerika Serikat dengan kelompok Pathet Lao yang merupakan pro komunis Vietnam Utara. Sejak tahun 1964 sampai 1973, Amerika Serikat berperang secara diam-diam di wilayah Laos, melawan komunis-komunis Lao dan juga tentara Vietnam Utara yang mengirimkan peralatan perang kepada Vietkong di Vietnam Selatan melalui Jalur Ho Chi Min dengan melewati daerah Laos.

Gencatan senjata diantara keduanya berakhir pada tahun 1974 yang dimenangkan kelompok komunis Laos, peristiwa ini terjadi bersamaan dengan kemenangan komunisme di Vietnam dan Kamboja pada Desember 1975. Kelompok komunis Laos inilah yagn menguasai pemerintahan dan membubarkan Monarki Lao serta memproklamirkan berdirinya Lao People’s Demokratik Republic yang bersistemkan sosialis.

Politik
Pemerintahan Laos tidak sepenuhnya monolotik seperti rezim komunis lainnya, para kabinetnya meskipun seluruhnya komunis tapi mereka tetap mengakomodasikan kepentingan beberapa kelompok netral dan non komunis. Memasuki abad 21 Laos akan tetap mempertahankan sistem partai tunggal dan sistem politik Laos tidak akan bergeser dari sistem sosialis yang dianut kecuali pada reformasi ekonominya. Sebab penguasa Laos memiliki alasan bahwa meskipun Laos mengikuti partai tunggal, tetapi ia juga telah mengadopsi kekuatan-kekuatan netral lain di lembaga perwakilan. Dengan begitu kekuasaan partai tunggal di Laos tidak sepenuhnya menjadi kekuasaan utama tapi masih ada pihak lainnya yang menjadi penyeimbang kekuasaan. Partai yang berkuasa mengendalikan dengan ketat semua media di Laos., baik cetak maupun elektronik, dimiliki oleh pemerintah. Sirkulasi koran masih amat terbatas. Mengkritik negara, maupun upaya mengubah kebijakan partai dan menyebarkan gossip merupakan pelanggaran kriminal.

Pada sidang ke-6 Majelis Takyat Tertinggi Laos ke-2 pada bulan Agustus tahun 1991 dibentuk UUD pertama Republik Demokratis Rakyat Laos. UUD menetapkan, Republik Demokratis Rakyat Laos sebagai negara demokratis, semua hak milik rakyat, rakyat berbagai etnis menjalankan hak tuan rumah di bawah pimpinan Partai Revolusioner Rakyat Laos

Mesti begitu kekuasaan partai tetap dipertahankan dan ideologi komunis marxis masih tetap dipegang teguh, semuanya itu terlihat dari prasayarat untuk menjadi anggota dewan (Dewan Nasioanl) diantara sarat tersebut adalah
1) Berjiwa patriotic dan secara konsisten loyal kepada partai
2) Mengetahui cara mengimplementasikan garis dan kebijakan partai terhadapseluruh lapisan masyarakat yang multietnis.

Karena posisi geografisnya yang hanya daratan maka dalam perekonomiannnya Laos sangat tergantung bantuan asing. Antara tahun 1975 hingga 1990 Laos menerima bantuan yang luar biasa dari Uni Soviet yang kemudian bantuan ini terus mengalami pengurangan seiring ambruknya Blok Timur.

Untuk mengurangi ketergantungan dengan bantuan asing, Laos mulai melakukan renovasi dalam segi perekonomiannya. Tahun 1989 Laos mengesahkan Undang-undang investasi yang sangat terbuka sebagai isyarat ke dunia Internasional bahwa Laos kini terbuka untuk bisnis. Setelah itu pada tahun 1991 Laos juga mengesahkan undang-undang dasar hukum untuk membuka ekonomi Laos dengan mekanisme ekonomi Baru (New Economic Mechanism, NEM) seperti yang dinyatakan oleh wakil perdana menteri luar negeri lao, program itu ditujukan untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk membangun Laos yang masih terbelakang, dengan memprioritaskan pembangunan sector pertanian dan kehutanan sebagai dasar pembangunan industri.

Untuk menarik investasi asing Laos mengeluarkan kebijakan Foreign Direct Investmen (FDI) dengan harapan dapat membuka peluang kerja dan perbaikan ekonomi. Agar FDI ini dapat terlaksana dengan baik, pemerintah Laos telah melakukan perombakan mesin administrasi untuk memberikan fasilitas transaksi bisnis dan investasi internasional dengan;
1) Mengakhiri monopoli pemerintah pada sector-sektor tertentu
2) Perampingan struktur organisasi administrasi pemerintah
3) Debirokratisasi
4) Memperkukuh aturan hokum yang melindungi kepentingan nasional namun sekaligus memberikan keyakinan kepastian hokum kepada investor.

Menurut kalangan pengamat itu, berdasarkan basis purchasing power parity (PPP), pertumbuhan PDB tahun 2004 diperkirakan naik dari 3,9 persen menjadi 4,1 persen pada tahun 2005. Itu antara lain akibat membaiknya pertumbuhan ekonomi internasional pada tahun 2003, seperti di Jepang, Amerika Serikat, dan Thailand. Pertumbuhan riil PDB tahun 2004-2005 diperkirakan akan mencapai 6 persen dibandingkan dengan 5,5 persen tahun 2003. Dalam kaitan itu, ekspor Laos akan mendapat keuntungan dari percepatan pertumbuhan perdagangan dunia tahun 2004-2005, terutama di Vietnam, Thailand, dan Uni Eropa, yang merupakan mitra dagang utama Laos. Kondisi ekonomi dunia yang membaik juga diduga akan mendorong peningkatan investasi ke Laos.

Hubungan luar negeri
Sejak merdeka dibawah Perancis pada tahun 1953-1975 politik luar negeri Laos lebih condong ke Barat, hal ini terlihat dari banyaknya bantuan yang diterima Laos dari Amerika Serikat. Namun setelah Laos memproklamirkan pemerintahan sosialisnya dan mengganti nama menjadi Lao People’s Demokratik Republic pada 2 Desember 1975 Politik luar negeri Laos lebih condong kepada angota Blok Komunis.

Tahun 1977 diadakan perjanjian persahabatan dan kerjasama antara Vietnam dan Laos yagn berlaku selama 25 tahun. Sesuai perjanjian ini Vietnam memberikan pelatihan kader partai sampai pada masalah pembangunan dan keamanan dalam negeri. Mesti dalam bidang politik Laos tergantung pada Vietnam namun dalam bidang ekonomi Laos terghantung pada Thailand, karena Laos tidak memiliki pelabuhan, maka ekspor negeri ini melalui Bangkok (Thailand) dan Da Nang (Vietnam). Diplomas Laos menganut politik luar negeri damai yang bebas merdeka, berpendirian mengembangkan hubungan persahabatan dan kerja sama dengan semua negara di dunia di atas dasar lima prinsip hidup berdampingan secara damai.

Ada dua prioritas utama kebijakan Luar negeri Laos yakni keinginan untuk memindahkan sekretarian komisi sungai Mekong dari Bangkok ke Vientiane. Selain itu yang lebih penting lagi adalah rencana Laos untuk bergabung dengan ASEAN pada tahun 1997. Hingga kini Laos berperan aktif dalam berbagai pertemuan ASEAN.

Hubungan Laos dengan Tiongkok ditandai dengan hubungan diplomatik pada tanggal 25 April tahun 1961. Pada tahun 2000, kepala negara Tiongkok dan Loas merealisasi saling kunjungan yang bersejarah, kedua pihak mengeluarkan " Pernyataan Bersama " mengenai peningkatan kerja sama bilateral. Pada bulan November tahun 2004, PM Tiongkok Wen Jiabao mengadakan kunjungan resmi di Laos. Pada bulan Juni tahun 2006, Presiden Laos Choummaly Sayasone mengadakan kunjungn kenegaraan di Tiongkok, kedua negara mengeluarkan " Komunike Pers Bersama ".

Dengan adanya keterbukaan hubungan Laos dengan negara-negara tetangga, Laos selalu berusaha membina hubungan baik dan damai. Kerja sama dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Myanmar, Thailand, Kamboja, dan China terus dilakukan.

Oleh karena itu, dalam usaha mempromosikan hubungan antarperbatasan, telah dilakukan sejumlah proyek kerja sama di perbatasan. Di antaranya Zona Ekonomi Bujur Sangkar, yang mempromosikan kerja sama sosial-ekonomi, sosial budaya dan politik antara Laos, Thailand, Myanmar, dan China (di kawasan sebelah utara).

Lalu ada Zona Perdagangan Perbatasan Densavanh (BTZ) yang mempromosikan perdagangan perbatasan antara Pemerintah Laos dan Vietnam. Zona Ekonomi Khusus Savan-Seno (SASEZ) mempromosikan hubungan perdagangan dan pelayanan dalam Koridor Ekonomi Timur-Barat (SASEZ)

Analisa Perbandingan Pemerintahan Sosialis Vietnam-Laos
Dilihat dari sejarah awal masuknya sosialis di kedua Negara ini, Laos dan Vietnam memiliki perbedaan tersendiri. Vietnam memang sejak awal sangat optimis akan kemenangan sosiali Uni Soviet terhadap kapitalis Amerika Serikat. Karena itu ideologi sosialis menjadi dasar Negara apalagi setelah Perancis membagi Vietnam menjadi dua bagian yakni Vietnam Utara dan Vietnam selatan. Hingga pada akhirnya keduanya melakukan gencatan senjata, Vietnam selatan mendapat bantuan dari Amerika Serikat maka Vietnam utara akhirnya melakukan interaksi secara lebih terbuka dengan Soviet yang memperoleh bantuan hingga akhirnya menang dalam perang saudara tersebut. Selain itu Vietnam Utara juga berhasil mengusir pendudukan Amerika Serikat atas Vietnam.

Dari segi sejarah, sosialisme Laos lebih banyak mendapat pengaruh dari Vietnam. Setelah Vietnam utara membantu kelompok Pathet Lao yang pro-komunis memenangkan perang saudara di Laos yakni perang melawan pemerintahan kerajaan Lao yang didukung Amerika Serikat. Bahkan dalam perkembangannya Vietnam banyak berperan dalam pembangunan politik di Laos, hal ini terbukti dengan diberikannya pelatihan kader partai dan banyaknya Para penasehat Vietnam ditempatkan pada berbagai kementrian Laos untuk memformulasikan politik luar negerinya dengan mengabaikan kepentingan Vietnam.

Dalam segi pemerintahannya pemerintahan sosialis Vietnam sangatlah tegas terutama kepada para oposisi yagn menentang pemerintahan sosialis. Banyak diantara para penentang pemerintahan pada akhirnya dipenjara dan mendapat hukuman yagn sangat berat. Misalnya kekuatan politik Vietnam selatan dinyatakan sebagai agen Amerika Serkat untuk menghentikan proses revolusi Vietnam. Revolusi adalah persoalan hidup matinya bangsa Vietnam sehingga rakyat hrus mendukung nasib bangsanya yang berada dalam ancaman kapitalis.

Sebaliknya pemerintahan sosialis di Laos cukup friendly dengan kelompok-kelompok lainnya di Laos. Bahkan kepentingan merekapun diakomodasikan oleh kabinet meski semua anggota kabinet adalah komunis namun aspirasi dari kelompok netral dan non komunis tetap diperhatikan. Bukan hanya itu saja meskipun memiliki kekuasaaan partai tunggal namun masih ada kelompok lainnya sebagai penyeimbang kekuasaan jadi check and Balances di Laos dapat dipraktekan.

Dalam pengeluaran kebijakan ekonominya, kedua Negara ini mengeluarkan kebijakan yang relatif sama yakni sama-sama membuka diri dengan dunia internasional serta memberlakukan pasar bebas dengan harapan dapat keluar dari krisis ekonomi serta meningkatkan ekonominya yang sama-sama lemah. Setelah pengaruh Blok Timur mulai berkurang dan menyadari Negara-negara tetangganya yang mulai tumbuh maju. Laos dan Vietnam yang ekonominya masih tertinggal melakukan banyak perbaikan ekonomi serta membuaka pasar dan bisnis mereka serta sama-sama membuka kerjasama dengan berbagai negaraa serta aktif dalam organisasi internasional.

Dalam faktanya Vietnam lebih dulu membuka diri dan pasarnya ke dunia internasional. Hal ini terlihat dalam kongres partai keenam tahun 1986, ketua partai Truing Chinh menyampaikan agenda perbaikan ekonomi yang kemudian dikenal dengan doi moi yang berarti renovasi. Hingga kini perekonomian Vietnam masih lebih unggul dari pada Laos.

Laos sendiri mulai melakukan renovasi ekonominya pada tahun 1989 dengan dekeluarkannya undang-undang investasi yang terbuka serta tahun 1991 dikeluarkan undang–undang dasar hukum mekanisme ekonomi baru (NEM).

Dengan semua kebijakan ekonomi inilah secara perlahan perekonomian kedua Negara ini berkembang menjadi lebih baik serta terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dibahas sebelumnya terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Dalam perkembangannya kedua Negara sosialis di Asia Tenggara ini yakni Laos dan Vietnam memiliki banyak persamaan yang sangat mendasar yakni dari segi politik dan ekonomi.

Segi politik kedua Negara ini memiliki banyak kesamaan. Laos banyak mengikuti perpolitikan dari Vietnam. Jadi secara garis besar sistem pemerintahan keduanya relatif sama, bahkan sikap Vietnam dan Laos dalam menghadapi kondisi dunia saat runtuhnya Blok timur dan kondisi perekonomian yang terus memburuk.tetap saja mereka tidak merubah kebijakan politik mereka yang berhaluan sosialis.

Meski dalam segi ekonomi, baik Vietnam maupun Laos mulai melakukan keterbukaan pasar menuju pasar bebas dan peningkatan investasi asing agar perekonomian keduanya bisa meningkat serta keluar dari krisis . namun politik dan ideologi sosialis mereka tetap dipertahankan dengan terus menyatakan bahwa mereka adalah negara sosialis di Asia Tenggara.

Militer Rusia dari Masa Komunis - Paska Komunis

I. Pendahuluan

I.I Latar belakang
Mililter Uni Soviet terbentuk pada tanggal 18 Januari 1918 yang merupakan kumpulan prajurit sukarela dari kalangan pekerja dan petani miskin yang digerakkan oleh staff komite militer partai pekerja. Mililter Uni Soviet terbentuk paska Bolshevik yang merupakan revolusi yang berhasil menggulingkan pemerintahan Tsar.
Militer Uni Soviet lebih dikenal dengan sebutan tentara merah, pada awal terbentuknya tentara ini menggunakan kepangkatannya hanya dengan sistem jasa maka siapa yang paling berjasa dia akan memperoleh pangkat yang tinggi, selain itu mereka juga tidak menempuh jenjang pendidikan militer. Keberadaan tentara merah sebagai militer Uni Soviet berada dibawah Kontrol partai komunis Uni Soviet. Dengan begitu tugas utama militer adalah mempertahankan jantung sosialisme baik dalam negeri maupun dalam perseteruannya melawan kekuatan kapitalisme.
Partai komunis Uni Soviet mengontrol sebagian besar peraturan tentara merah, yakni dalam perekrutan haruslah seorang anggota partai, perwira tinggi militer merupakan eselon tertinggi partai dan partai menaruh seorang komisariat politik untuk mengatur dan mengawasi kegiatan politik militer (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Militer_Uni_Soviet, diakses pada 8 Oktober 2008). Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan bahwa tentara merah pada awalnya merupakan tentara revolusioner meski baru terbentuk paska revolusi, seperti yang ditulis oleh Amos Perlmutter (2000,20) menyatakan bahwa tentara revolusioner menunjukkan kecenderungan kuat untuk takluk ke bawah pengaruh politik, tentara kehilangan otonominya dan mengubah sebagian ciri profesionalismenya demi pertumbuhan partai atau gerakan yang sedang berlaku, tentara tampil sebagai alat mobilitasi partai yang revolusioner.
Meski begitu pada perkembangannya tentara Uni Soviet ini mampu bersikap professional karena adanya pendidikan milliter sehingga meningkatkan keahliannya juga berada dalam kontrol pemerintahan sipil.

I.II Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan militer Rusia, dimulai pada masa pemerintahan komunis, militer bertugas untuk menjaga dan melindungi ideology Negara yakni Komunisme, namun pada masa pemerintahan Mikhail Gorbachev, ia telah melakukan perubahan dengan mengeluarkan kebijakan keterbukaannya yakni Glasnot dan perestroika. Hal ini mengakibatkan era baru keterbukaan di Uni Soviet sehingga menurun pula nilai-nilai komunisme dan partai komunis Uni Soviet. Dengan begitu berpengaruh pada angkatan bersenjatanya yang mulai kehilangan ideologinya setelah partai komunis bubar, kekalahan perang dan juga menurunnya persenjataan.

I.III Batasan Masalah
Dalam tulisan ini pembahasan mengenai mililter dibatasi pada masa Mikhail Gorbachev hingga pada masa paska komunis yakni setelah bubarnya Uni Soviet.

I.IV Landasan Teori
Menurut perlmutter, semakin canggih kaum militer professional dalam keterampilannya maka semakin kuat keinginan mililter professional untuk mengontrol pengambilan dan pelaksanaan kebijakan keamanan nasional.
Menurut Huntington perwira professional memiliki ciri-ciri dasar yakni, keahlian(manajemen kekerasan), pertautan (tanggung jawab kepada klien, masyarakat atau negara), korporatisme (kesadaran kelompok dan organisasi birokrasi), ideology (semangat militer).

II. Pembahasan

Militer masa Gorbachev
Awalnya Mikhail Gorbachev merupakan Sekertaris Jenderal Uni Soviet yang dilantik pada Maret 1985. Sebagai generasi muda dalam kepemimpinan Uni Soviet ia banyak melakukan pembaharuan untuk liberalisasi politik dan ekonomi serta memulai untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan Barat. Meski pada awalnya Gorbachev sebagai sekjen memberikan kesan membela kebijakan dua jalur yang merupakan warisan dari Brezhnev, yakni kebijakan yang memperkuat militer dan keamanan nasional dalam ranka usaha membina persaingan dengan Barat, memperluas pengaruh ke Negara berkembang serta mengisolasi sistem domestik Soviet dari pengaruh politik dan ekonomi Barat. Seperti yang ditulis Soedibyo (1990,105) yang dikutip dari Dwi Susanto (ed) menyatakan pendapat Gorbachev yang mengemukakan bahwa diperlukan suatu sistem keamanan internasional yang komprehensif, didasarkan pada pengakuan bahwa dunia sosialis dan kapitalis, keduanya akan mendapatkan manfaat dari kerjasama, dan bahwa persaingan akan merugikan kedua belah pihak.
Keterbukaan dalam kebijakan Gorbachev terbukti setelah ia menyatakan dikeluarkannya kebijakan Glasnot (keterbukaan politik) dan perestroika (restrukturisasi ekonomi). Dari kedua kebijakan itu mencirikan adanya penyimpangan sosialisme ke liberalisme, tentunya semua ini mengakibatkan sejumlah rakyat, pejabat Negara dan militer terkejut meski ada juga pihak yang mendukung karena mendapat keuntungan dari semua ini khususnya dalam sektor ekonomi. Dari sisi negatifnya kebijakan Gorbachev ini dapat menyurutkan keyakinan publik dan rakyatnya terhadap sistem Soviet dan kekuasaan partai komunis secara perlahan berkurang serta dapat mengancam identitas dan integritas Uni Soviet sendiri.
Bagi mililter kebijakan ini telah memudarkan ideologinya yang selama ini dijaga dan diyakininya yakni ideology komunisme. Hal ini tentunya menyurutkan semangat dan tujuan dari militer itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Huntington ideologi atau dalam hal ini semangat militer merupakan ciri-ciri dari prajurit profesional maka jika ideologinya mulai pudar dan semangat militer Rusia yakni melakukan perluasan pengaruh komunis di Negara berkembangpun mulai di pertanyakan, apakah semua itu masih harus dilaksanakan dan apa yang harus dikerjakan sekarang ini dan pada keyakinan ideology mana mereka berpegang? Semua itu membuat militer Rusia dilanda kebimbangan menghadapi krisis identitasnya.
Pada masa komunis militer Uni Soviet berada di bawah Kontrol ganda partai komunis dan KGB, tidak terlibat dalam politik serta memiliki tujuan dan prinsip yang jelas. Seperti yang di tulis oleh Larry Diamond, Marc F. Plattner (2000, 169) tugas utama militer adalah mempertahankan jantung sosialisme dalam perseteruan global melawan kekuatan kapitalisme, ekspansi ruang lingkup pengaruh sosialis dan menegakkan prinsip-prinsip yang memberi kekuatan bagi militer Soviet.
Dalam konferensi ke 27 Gorbachev (1992,180) menawarkan kepada seluruh dunia, kepada pemerintah, organisasi, dan gerakan masyarakat yang benar-benar prihatin atas perdamaian dunia prinsip fundamentalis sistem yang dibentuknya, dalam bidang militer yakni, penolakan perang baik perang nuklir maupun perang konvensioanal baik diantara Negara-negara pemilik senjata nuklir maupun terhadap dunia ketiga; pencegahan perlombaan senjata di angkasa luar, penghentian semua percobaan senjata nuklir dan penghancuran total senjata seperti itu, larangan terhadap destruksi senjata kimia dan penolakan atas pengembangan alat-alat pembinasa massa lainnya; kontrol ketat yang menurunkan tingkat kemampuan militer Negara-negara sampai batas kecukupan yang wajar; pembubaran aliansi militer dan sebagai suatu langkah kearah ini adalah penolakan perluasan mereka dan pembentukan alilansi baru; serta pengurangan sebanding dan seimbang anggaran milliter
Belum lagi kebijakan Gorbachev lainnya yang menggunakan politik dalam perhitungan masalah keamanan. Dalam merumuskan kebijakan militer Gorbachev selalu berorientasi pada hubungan politik dengan dunia Barat (AS dan sekutunya) hal ini terbukti dari dikuranginya kekuata personel militer Soviet sebesar 500000 orang secara sepihak dan rencana transparansi masalah militer sehingga hal ini akan menarik simpati politisi dan cendekiawan Barat dengan begitu akan mudah dalam tercapainya kesepakatan.
Seperti yang ditulis Soedibyo (1990,105) yang dikutip dari Dwi Susanto (ed) menyatakan Rencana Gorbachev ini dimaksudkan untuk menggerakkan demiliterisasi di Barat dan pembauran tatanan di Eropa Timur serta keinginan untuk menciptakan suatu orde keamanan baru di Eropa (a new Europian security order) dimana Soviet dapat mempunyai peranan penting. Namun rencana ini gagal terlaksana seiring dengan kekalahan Soviet pada perang Afganistan serta hilangnya kepercayaan dari Jerman Timur yang bersatu kembali menjadi Jerman seutuhnya belum lagi sikapnya yang tidak lagi pro terhadap Soviet.
Meski semua kebijakan Gorbachev ini memiliki tujuan mulia ingin mengeluarkan Soviet dari krisis keuangan akibat korupsi, pasar gelap yang menghancurkan perekonomian resmi, dan biaya lainnya karena ketika itu Soviet berstatus sebagai Negara adikuasa diantaranya adalah besarnya anggaran militer, serta subsidi yang berlebihan kepada Negara-negara klien, belum lagi keinginan intuk meningkatkan kemajuan teknologi informasi agar tidak dikalahkan oleh pesaingnya yakni Amerika Serikat. Namun semua itu hanya menimbulkan konflik baru baik di dalam negeri ataupun di Negara-negara bagiannya.
Melihat kondisi Soviet yang mengalami kekacauan semacam ini militer Uni Soviet tidak tinggal diam saja tapi mulai melakukan intervensi kepada pemerintahan Gorbachev yang dianggap bertanggungjawab atas segala kekacauan ini. Maka pada 19 agustus 1991 sekelompok militer Uni Soviet di bawah pimpinan Genadi Yanayev, malakukan kudeta terhadap presiden Gorbachev, mereka berkeinginan mengakhiri reformasi yang diberlakukan oleh Gorbachev dan menghalangi terpecah-pecahnya Uni Soviet (dalam http://www2.irib.ir/worldservice/MelayuRadio/kal_sejarah/masehi/agustus/19agustus.htm diakses pada 8 Oktober 2008), Kudeta ini juga di dukung oleh ketua KGB (komisi keamanan negara) V.A. Kryuchkov.
Meski begitu kudeta militer ini gagal dan berhasil di bungkam hingga kejadian ini tidak berlangsung lama oleh presiden Negara bagian Rusia Boris Yeltsin dengan dukungan rakyat dan pihak Barat, kejadian inilah yang membuat kekuasaan Yeltsin semakin kuat namun Uni Soviet tidak berhasil di pertahankan dan runtuh dengan sangat cepat paska kudeta tersebut.
Dari kejadian tersebut dapat diketahui bahwasanya kudeta memang dilakukan oleh para perwira atau militer yang professional karena tujuannya adalah menyelamatkan Negara dan ideologi Negara dari reformasi. Sebagai militer haruslah menyelamatkan Negara yang merupakan kliennya dari bahaya apapun. Seperti yang diungkapkan perlmutter (2000, XII) semakin canggih kaum militer professional dalam keterampilannya maka semakin kuat keinginan mililter professional untuk mengontrol pengambilan dan pelaksanaan kebijakan keamanan nasional. Intervensi militer atas nama Negara demi keamanan Negara memang merupakan alasan yang paling baik untuk menghalalkan perbuatannya itu seperti yang diunkapkan S.E. Finer (2000, XXII) intervensi ini dipermudah lagi karena kaum militer selalu mengaggap dirinya sebagai milik nasional yang abdi dan bukan sekedar alat mati suatu pemerintahan yang sedang berkuasa.

Militer Pasca Komunis
Setelah runtuhnya Uni Soviet kini menjadi Negara Rusia yang wilayahnya sebagian besar merupakan wilayah Uni Soviet dahulu. Presiden pertamanya adalah Boris Yeltsin. Pada masa pemerintahannya militer Rusia semakin memburuk melebihi pada masa Gorbachev dulu. Pada dasarnya kebijakan kedua pemimpin ini adalah sama menginginkan perubahan menuju keterbukaan dan demokrasi.
Pada awal-awal pemerintahan Yeltsin masalah militer masihlah sama yakni krisis identitas sehingga mereka tidak lagi memiliki visi dan misi yang jelas mengenai masadepannya dengan kondisi perpolitikan yang terus berubah. Setelah berakhirnya masa komunis, Rusia harus menghadai berbagai permasalahan secara berasamaan diantaranya pembentukan Negara, demokratisasi, reformasi pasar bebas, dan penciptaan identitas nasional yang baru. Selain dari krisis identitas militer Rusia juga mengalami kesulitan untuk menterjemahkan kepentingan nasional Negara Rusia serta kekalahan perang yang membuat mereka semakin frustasi. Sebagai mantan Negara adikuasa yang memiliki militer yang kuat kalah dalam berbagai perang bahkan banyak Negara koloni yang kini meminta untuk disintegrasi dengan Rusia. Semua masalah ini menimbulkan militer Rusia mengalami disorientasi serta perpecahan yang mendorong mereka terlibat aktif dalam politik.
Masalah utama terjadinya perpecahan di tubuh militer ini dikarenakan masalah ekonomi yang berujung pada masalah sosial. Kesenjangan ekonomi antara korps militer semakin melebar ada kalanya mereka yang dapat diuntungkan dengan kondisi Rusia saat ini dengan berlakunya pasar bebas tapi ada juga yang justru jatuh miskin karena kondisi ini. Pada tahun 1992 hampir semua pejabat militer hidup di bawah garis kemiskinan, gaji yang merupakan satu-satunya sumber pendapatan hanya mampu mencukupi 25-30% biaya hidup mereka, belum lagi tidak adanya fasililtas perumahan bagi mereka.
Selain itu faktor perpecahan lainnya adalah adanya pasukan khusus yang digunakan oleh pemerintah untuk menyelesaikan perselisihan politik, mereka memperoleh kehidupan yang lebih layak hal ini menimbulkan kemarahan dan protes dari jajaran militer lainnya karena dianggap tidak adil. Hal ini menimbulkan kriminalitas dijajaran militer yakni meningkatnya penjualan peralatan dan persenjataan militer illegal yang dilakukan jajaran militer sendiri.
Menurunnya profesionalisme militer Rusia bukan hanya karena demoralisasi jajaran militernya saja tapi juga dari segi persenjataannya yang semakin menua dan tidak terawat dengan baik. Meski begitu militer Uni Soviet tetap berusaha untuk mempertanankan profesionalisme mereka, hal ini terbukti pada tahun 1991 hingga 1993 terjadi persaingan antara presiden dan parlemen yang kesemuanya berusaha untuk mendapat dukungan militer namun sebagian besar pejabat militer tidak mau masuk dalam pihak manapun untuk menghindari keterlibatan mereka pada pertikaian politik. Tapi pada dasarnya mereka tetap mendukung pemerintahan yang sah untuk menghindari perpecahan Negara yang nantinya bisa berakhir dengan kehancuran.
Keengganan militer Rusia ikut dalam persaingan memperebutkan kekuasaan menunjukkan drajat keprofesionalismenya masih cukup tinggi meski dihadapi dengan kondisi ekonomi yang semakin memburuk. Seperti yang diungkapkan oleh Larry Diamond, Marc F. Plattner (2000, 175) menyatakan bahwa drajat profesionalisme militer yang tinggi, termasuk kesetiaannya pada aturan main (code of conduct) dan keengganan untuk mengambil tanggungjawab barau serta lebih suka untuk tetap menjadi pengamat yang netral.
Pada Januari 1994 kepresidenan menyatakan “organ pasukan” berada di bawah perintah persiden, meski ini dimaksudkan untuk mempertahankan kekuasaan presiden tapi hal ini mengakibatkan militer dapat kebebasan dalam kebijakannya sendiri mesti dalam faktanya setiap anggaran yang diajukan militer tidak pernah sepenuhnya dikabulkan oleh pemerintah.

Perkembangan militer Rusia pada masa kini
Militer Rusia kini sudah mulai bangkit kembali serta mulai meregenerasi alutsitanya. Hal ini terbukti dari parade militer yang diadakan di Rusia. Dalam parade militer itu juga melintas kendaraan tempur Angkatan Darat Russia seperti Tank T-90, Kendaraan Taktis Militer atau Angkut Pasukan Infantry BMP-3 Serta kendaraan Pendarat Pasukan BMP-4, juga melintas Kekuatan Arteleri Darat terbaru”Octopus”, kendaraan tempur “Tornado”, sistem pertahanan roket udara yaitu Roket S-300PS (Dengan nama Sandi Favorite), sistem pertahanan roket anti udara dini ini disebut Torah dab Bechs, juga dipertunjukan 4 kendaraan serba guna ,”Poplar”, yang mana kendaraan ini dapat dipergunakan baik untuk kendaraan militer ataupun kendaraan untuk tujuan sipil.

III. Penutup

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sementara bahwasanya militer Rusia mengalami transisi perubahan menuju profesionalisme dan terus mempertahankannya meski sempat terjadi penurunan standar professionalnya namun pada dasarnya militer Rusia tetap mencoba untuk tetap menjadi militer professional.
Dalam perkembangannya militer Rusia diahadapi dengan dua revolusi bersejarah di Rusia meski pada awalnya merekal merupakan prajurit yang dibentuk paska revolusi Bolsevik yang menjadikannya sebagai tentara revolusioner yang berada dibawah pengaruh serta Kontrol partai komunis Uni Soviet tapi dalam perkembangannya mereka menjadi prajurit dengan keahlian yang sangat baik disertai sikap mereka yang tunduk pada pemerintahan sipil menjadikannya sebagai tentara professional.
Pada masa akhir dari komunisme yakni masa pemerintahan Gorbachev militer mengalami kehilangan pegangan dan tujuannya karena pudarnya ideologi komunis yang selama ini dipertahankan dan dijaga oleh mereka. Serta kekalahan perang yang menyakitkan dan kondisi Negara yang semakin kacau. Hal itu mengakibatkan sebagian dari jajaran militernya melakukan kudeta itu berarti semakin berkurangnya standar profesionalisme di kalangan militer, namun semua gagal dan hancurlah imperium Uni Soviet.
Pada masa paska komunis kondisi militer di Rusia semakin memburuk selain krisis identitas, kekalahan perang, masalah lainnyapun datang silih berganti, yakni kesenjangan besar antara ellit politik yang memegang kekuasaan dengan hampir semua korps perwira militer yang mengakibatkan perpercahan dan permusuhan diantara korps militer, ketidakmampuan militer mengemban misi dengan baik serta ketidaksesuaian antara tujuan strategis Negara dengan struktur organisasi militer dan masalah ekonomi para prajurit militer yang semakin memburuk. Meski begitu banyak persoalan namun mereka tetap mempertahankan standar profesionalnya dengan tidak ikut dalam perseteruan memperebutkan kekuasaan, mereka tetap mencoba menjadi bagian yang netral sehingga tidak masuk dalam perpolitikan.
Pada perkembangannya militer Rusia mulai bangkit kembali dari keterpurukannya dan mulai memiliki semangat baru, semua ini terlihat dalam parade militer Rusia baru-baru ini. Meski begitu pengaruh Gorbachev masih dirasakan dalam kemiliteran namun kini mereka sudah dapat menerima perubahan tersebut mengikuti landasan ideologi Rusia yang baru.

Daftar Pustaka

A Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, edisi I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 2005
Amos Perlmutter, Militer dan Politik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000
Dwi susanto, Zainuddin Djafar, Perubahan Politik di Negara-Negara Eropa Timur, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:, 1990.
Larry Diamond, marc F. Plattner, Hubungan Sipil-Militer dan konsolidasi Demokrasi, PT Grafindo Persada, Jakarta: 2000
Mikhail Gorbachev, Perestroika Pemikiran Untuk Negara Kami dan Dunia, PT Glora Aksara Pratama, Jakarta: 1992.

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Militer_Uni_Soviet, diakses pada 8 Oktober 2008
http://www2.irib.ir/worldservice/MelayuRadio/kal_sejarah/masehi/agustus/19agustus.htm, diakses pada 8 Oktober 2008
http://www.geocities.com/ekonomipolitik/ekopol/runtuhnya-uniSoviet.html, diakses pada 8 Oktober 2008
http://subpokRusia.wordpress.com/2008/05/19/parade-hari-kemenangan-tentara-merah-pada-perang-dunia-ke-2/, diakses pada 8 Oktober 2008