Kamis, 19 Juni 2008

pemilu amerika dan rasionalisme hubungan internasional

Seminar “ The Road to ًWhite House: How American Choose a President”

Speaker: Mr. Tristram Perry (Press Attach US Embassy)

Dr. Dewi Fortuna Anwar (Deputi ketua LIPI)

Review

Dalam seminar pertama Mr. Tristram banyak membicarakan mengenai pemerintahan Amerika Serikat apakah pemerintahannya merupakan pemerintahan tertua didunia? Pada dasarnya Amerika bukan Negara tua jadi pemerintahannya juga bukan pemerintahan yang sudah lama dibangun, Amerika dahulu merupakan koloni dari Inggris maka dari itu terdapat kesamaan dengan Indonesia yang merupakan koloni dari Belanda. Mengapa pemilu Amerika Serikat mengundang perhatian banyak kalangan di dunia, karena Amerika Serikat merupakan Negara global Power dan setiap kebijakan akan berakibat ke seluruh dunia. Dengan begitu betapa pentingnya memperhatikan jalannya pemilu di Amerika Serikat.

Selain itu ia juga menjelaskan mengenai jalannya pemilu di Amerika dimulai dari January di Iowa, Supper Tuesday, Democratic Convention, Republics Convention, dan terakhir Election day.

Pada bagian kedua Dr. Dewi lebih menekankan akan kebijakan luar negeri para calon presiden Amerika Serikat. Barak obama pernah tinggal selama kurang lebih 4 tahun di Indonesia bukan berarti bahwa kebijakan luar negerinya nanti akan berpihak pada Indonesia dan mengenai hillary Clinton karena dia adalah kandidat perempuan satu-satunya bukan berarti ia akan melindungi segenap kepentingan kaum perempuan. Jadi pada dasarnya jangan hanya melihat latar belakang historisnya saja tapi lihatlah kebijakan-kebijakan yang hendak mereka laksanakan ketika menjabat presiden nanti. Sedangkan Mc Cain lebih realis dalam kebijakan luar negerinya yang prioritasnya tidak jauh dari kebijakan George W Bush yang menginginkan Amerika tetap memegang peran penting sebagai polisi dunia.

Ada pertanyaan yang mengundang perhatian pada saat seminar yakni mengenai kebijakan Amerika Serikat yang selalu memihak pada kepentingan Israel. Dan Dr Portuna tidak menolak pendapat tersebut ia menyatakan bahwa Amerika memang mendukung Israel hal ini dikarenakan basik idiologi posisinya Amerika. Karena masalah sejarah, ekonomi, politik, pendidikan, komunikasi, entertainment atau hiburan semuanya dikuasai oleh Yahudi belum lagi konstitusi di Negara-negara bagiannya. Maka dari itu memang sudah posisinya Amerika Serikat mengambil kebijakan tersebut. Lobi yahudi di Amerika Serikat sendiri begitu kuat karena para pengusaha-pengusaha yang memegang modal sangat tinggi di Amerika Serikat merupakan para pengusaha Yahudi.

Analisa

Teori rasionalisme dapat dijadikan rujukan analisa seminar tersebut, dimana dalam seminar tersebut menyebutkan bagaimana memilih pemimpin yang tepat bagi rakyat Amerika Serikat yang menginginkan perubahan. Tentu dalam memilih dan memberi dukungan tidak hanya berdasarkan latar belakang historis saja tapi semua itu harus dipertimbangkan secara rasional bagaimana kebijakannya. Bagi Indonesia sendiri bagaimana kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia dan bagi masyarakat dunia melihat bagaimana kebijakan luar negerinya secara menyeluruh, seperti kebijakan di timur tengah, mengatasi konflik Israel Palestina, Irak, Afganistan, juga masalah-masalah global sepeti terorisme dan global warming.

Peter Abell, London school of economics and political science dengan teori pilihan rasionalnya menyatakan bahwa “ satuan-satuan perilaku (biasanya dari setiap orang) mengoptimalkan pilihan-pilihannya (tindakan-tindakan) mereka dalam kondisi-kondisi tertentu[1]. Berdasarkan teori tersebut bahwasanya dalam memilih itu harus rasional dan lakukanlah dengan sebaik-baiknya ke arah yang optimal agar tidak menyesal dikemudian hari.

Andrew Linklater menyatakan bahwa “rasionalis ditarik dari elemen realis dan idealis yang berada dipertengahan antara keduanya”[2]. Berdasar pada teori tersebut Amerika Sebagai negara Super Power yang mengontrol kekuatan global masih memainkan peran penting dalam dunia Internasional belum lagi kebijakan –kebijakan barunya, apakah bisa menciptakan kedamaian dunia, jadi pemilu kali ini sangat menarik perhatian publik di seluruh dunia.

Charles W. Kigley dalam bukunya Trend and Tranformation in word politics menyatakan bahwa “konstruktivisme di gunakan untuk menjelaskan bagaimana semua paradigma mempercayai dukungannya dalam menyampaikan teori dan pencapaian bersama keputusan umum atau konsensus intersubjektive, dalam pendefinisian terbaik menjelaskan secara detail konsep dari masalah internasional dan komunikasi adalah bagian dari pandangan dan pengertian”[3]. Jadi pandangan para calon ini akan kebijakannya luar negerinya merupakan representasi dari paradigmanya dan konsepnya dalam menyikapi kondisi dunia saat ini, dengan begitu cara pandang para calon dapat diketahui dari kebijakan-kebijakan yang hendak ia terapkan nanti.

C Reus Smith, menyatakan bahwa ” kaum kontruktivis memberlakukan aktor politik Internasional sebagai entitas sosial yang mana identitasnya dibentuk oleh lingkungan sosial dimana mereka beraksi. Kepentingan para aktor dalam interaksi sosialnya tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal melainkan oleh identitasnya”[4]. Dari pendapat Smith diatas dapat dipakai untuk menganalisa mengapa setiap kebijakan Amerika Serikat seringkali berdasar pada kepentingan Israel dalam hal ini Yahudi. Hal ini dikarenakan faktor lingkungannya dan interaksi yang memang sudah lama terjadi menjadikan hal ini sebagai identitasnya dan Amerika Serikat tidak bisa untuk keluar dari kebiasaanya itu. Seperti yang diungkapkan Dr Portuna dalam seminar bahwa memang basis ideologi posisi Amerika yang mengharuskan untuk itu .

Kesimpulan

Dari review seminar diatas dapat diambil sebuah kesimpulan sementara bahwasanya pemilu di Amerika Serikat tahun 2008 ini merupakan peristiwa penting bagi dunia internasional semua itu dikarenakan Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang segala kebijakannya mempengaruhi situasi ekonomi, politik dan budaya seluruh masyarakat dunia. Mengikuti terus perkembangannya dapat dijadikan patokan seperti apa masa depan masyarakat internasional nantinya.

Mesti begitu, latar belakang historis dan karakteristik para calon belum tentu bisa dijadikan acuan bagi kebijakannya di masa akan datang. Untuk memberikan dukungan yang terbaik adalah dengan melihat bagaimana kebijakan-kebijakan luar negerinya kedepan.

Daftar Pustaka

Adam,kuper, jessika, kuper, ensiklopedi ilmu-ilmu sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000

Andrew Linklater, Rationalism, dalam buku S Burchil, et al., Teori of Internasional Relations, 2nd edition, Palgrave, New York: 2001.

Charles W. Kigley, Jr. And Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation, sixth edition, St. Martin’s Press, N.Y.: 1997.

C Reus Smith, “ Construktivism” dalam buku S Burchil, et al., Theoris of Internasional Relation, 2nd edition, Palgrave, New York: 2001.



[1] Adam,kuper, jessika, kuper, ensiklopedi ilmu-ilmu social, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000, hlm 895

[2] Andrew Linklater, Rationalism, dalam teori of Internasional Relations, Palgrave, New York: 2001, hlm 104.

[3] Charles W. Kigley, Jr. And Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation, sixth edition, St. Martin’s Press, N.Y.: 1997, Hlm 28.

[4] C Reus Smith, “ Construktivism” dalam buku S Burchil, et al., Theoris of Internasional Relation, 2nd edition (Palgrave: Handmill 2001), hlm 219

Selasa, 03 Juni 2008

laporan metlis que ttg Jaringan Alqaeda

I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang masalah
Al Qaeda merupakan sebuah organisasi militer yang sangat fenomenal dan paling dicari keberadaannya, terutama setelah terjadinya peristiwa selasa kelabu 11 September 2001 lalu. Peristiwa paling menggemparkan dunia dan tentu sangat memalukan bagi sejarah Amerika Serikat yang merupakan negara superpower di dunia. Peristiwa itu mencoreng kekuatan sekaligus kemapanan ekonomi Amerika Serikat. Kedua icon kebanggaannya dalam bidang ekonomi dan pertahanan dengan mudah diruntuhkan begitu saja oleh sekawanan teroris dengan membajak pesawat komersil yang ditabrakkan tepat dijantung ekonomi dan pertahanan Amerika serikat, yakni gedung Word Trade Centre dan Pentagon.
Peristiwa tersebut di klaim dilakukan oleh organisasi Al Qaeda dengan pemimpinnya Osama bin Laden yang dikabarkan bersembunyi dan berada di Afganistan, dengan begitu mulailah terjadinya invasi Amerika Serikat terhadap Afganistan yang merupakan salah satu dari terwujudnya perang terhadap terroris “war of terrorism” yang disampaikan Presiden George W Bush dalam pidatonya paska terjadinya serangan 11 September 2001. kecurigaan Osama bin Laden yang bersembunyi di Afganistan mengarahkan AS untuk menyerang negara tersebut pada tanggal l7 Oktober 2001 melalui operasi “Enduring Freedom” yang betujuan menghancurkan pengaruh Al Qaeda di Afganistan melalui penghancuran terhadap rezim Taliban. Dengan alasan tersebut yang menjadi izin dan kehalalan bagi Amerika menginvasi Afganistan.
Setelah peristiwa itu bermunculanlah beberapa gerakan terorisme di seluruh penjuru bumi, di mulai dari Timur Tengah, Asia, Eropa dan Afrika. Dari sekian gerakan tersebut dicurigai merupakan perbuatan jaringan teroris Al Qaeda. Di kawasan Asia Tenggara jaringan kerja terorisme internasional nempaknya telah terbentuk sejak lama, paling tidak jika kita perhatikan dari kesaksian para tersangka yang telah ditangkap oleh pemerintahan Malaysia, Singapura, dan Filipina. Para tersangka tersebut umumnya mengungkapkan bahwa orgasnisasi Al Qaeda telah membangun jaringannya di kawasan Asia Tenggara dan terlibat dalam berbagai aksi kekerasan di kawasan ini. Diantaranya memang diakui oleh Al Qaeda merupakan perbuatannya dan diakui pula bahwa organisasi tersebut memiliki jaringan yang luas di seluruh penjuru dunia.
Untuk itu selain diburu terus menerus namun juga terus diteliti, dikaji mengenai jaringan Al Qaeda hingga kedalam-dalamnya. Penelitian mengenai organisasi ini menjamur diseluruh penjuru dunia dimulai dari para ahli peneliti, wartawan hingga para akademisi.
I.2 Rumusan Masalah
Beberapa pertanyaan mendasar yang menjadi acuan penelitian ini antara lain:
1. Apa terorisme itu, dimana awal mula munculnya terorisme serta apa tujuannya.
2. Seperti apakah organisasi Al Qaeda itu mulai dari struktur organisasi, motif, tujuan, dan ideologi serta bagaimana cara kerja mereka sehingga begitu ditakuti oleh dunia Internasional.
3. Adakah hubungannya organisasi Al Qaeda dengan gerakan teroris transnasional diberbagai negara seperti Afganistan, Irak, Philipina, dan Indonesia.
I.3 Kerangka Teoritis
Samuel P Huntington dalam bukunya benturan peradaban dan masa depan politik dunia mengatakan bahwa konflik antara berbagai kelompok budaya memiliki arti penting; peradaban merupakan entitas budaya yang paling luas; karenanya, konflik antarperadaban mempunyai peran sentral dalam konteks politik global. Berdasarkan ramalan Huntington akan terjadinya benturan peradaban antara peradaban islam dan barat dimasa akan datang. Begitulah gambarannya perang terhadap teroris dapat diidentifikasikan sebagai perang peradaban antara Islam dan Barat sehingga menimbulkan konflik.
Menurut C Smith yang pendapatnya diambil oleh Dr F Budi Hardiman menyatakan bahwa ”dalam insiden 11 September 2001 teror mencapai dimensi barunya, bukan sekedar ingin menunjukkan sikap perlawanan atau menekankan terhadap sebuah rejim, melainkan juga ingin memobilitasi sebuah konflik global dengan mengisi ”kevakuman ideologis” yang ada sejak berakhirnya Perang Dingin. Sekala gigantis dari terot ini ’sukses’ memobilitasi opini politis global untuk mengarahkan kepada pembentukan antinomi ”kawan” dan ” lawan” pada sekala global.” Jadi tindakan teror ini sengaja dilakukan para teroris untuk menunjukkan perlawanannya atas sebuah rejim dunia yakni Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya.
Melihat terorisme dalam kajian Hubungan Internasioanal dilihat dari pendapat JJ Rousseau (The State o War, 1750) dan Kenneth Waltz (Theory of Internasional Politics, 1979) meyakini bahwa anarkhi adalah struktur yang menimbulkan ketakutan, kecemburuan, keraguan dan perasaan tidak aman sehingga membentuk dan memaksa prilaku negara. Dengan begitu perang dijadikan symbol dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan dalam melawan teroris. Seperti yang diberlakukan Amerika Serikat yang mengumandangkan perang terhadap terorisme. Dengan begitu menurut paham Realis bahwa sistem internasional sebagai tumpuan terjadinya konflik dan perang yang sulit dihindari karena sistem Internsional bersifat anarkhis. Jadi penyelesaian masalah dengan cara kekerasan atau perang merupakan pilihan yang pasti bagi sebuah negara untuk dilaksankan seperti halnya dengan Amerika Serikat. Dengan memaksimalkan’power’ kekuatan yang dimilikinya dalam menindak sebuah permasalahan yang mengancam kelangsungan negaranya sebagai negara superpower.
C Reus Smith, menyatakan bahwa ” kaum kontruktivis memberlakukan aktor politik Internasional sebagai entitas sosial yang mana identitasnya dibentuk oleh lingkungan sosial dimana mereka beraksi. Kepentingan para aktor dalam interaksi sosialnya tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal melainkan oleh identitasnya. Seperti halnya tindakan Osama dan organisasinya yang bekerja berdasarkan identitasnya melakukan tindakan teror. Ketidak puasan osama ketika Amerika Serikat memperalat negaranya yakni Arab Saudi dalam penyelesaian kasus invasi Irak ke Qwait dan ketika Amerika memberi dukungan terhadap Israel yang merugikan bangsa Palesitna, hal ini menimbulkan perlawanan dengan mengobarkan identitas yang teramat kental yaitu simbol perjuangan bangsa Palestina dan Islam dalam tindakan terorisnya.
Mengenai keterkaitan Al Qaeda dalam terorisme di Asia ada beberapa peneliti yang mengemukakan pendapatnya mengenai hal itu diantaranya adalah Peter Chalk yang menyatakan bahwa ” there are strong indications that Al Qaeda has established concerted links in Asia and that bin Laden’s extremist Islamic network is metastistisising to this part of the world” pendapatnya ini juga diperkuat oleh Dr. Rohan Gunaratna, seorang cendekiawan Sri Lanka yang bekerja pada Center for the Study of Terrorism and Violence, ST. Andrew University Skotlandia dan pernah menulis buku inside Al Qaeda mengatakan bahwa Al Qaeda dan jaringannya telah berada di kawasan Asia Tenggara. Ia secara tegas mengatakan bahwa Al Qaeda memperluas pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan Internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non pemerintah, mengirim pemimpin agama yang extrim ke kawasan dan melatih para aktifis di Afganistan. Dengan begitu indikasi pengaruh dan jaringan Al Qaeda di kawasan Asia terutama Asia Tenggara memiliki kemungkinan yang kuat.
I.4 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai organisasi Al Qaeda dan jaringannya serta peranan dan dampaknya dalam stuktur masyarakat internasional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah gerakan teroris transnasional dibeberapa negara diantaranya di Afganistan, Irak, Philipina, dan Indonesia apakah diantara gerakan tersebut memiliki keterkaitan dengan Al Qaeda atau hanya terinspirasi saja dengan organisasi tersebut untuk itu dalam penelitian ini di fokuskan kepada keterkaitan gerakan terorisme tersebut dengan Al Qaeda. Seperti yang diungkapkan Sukawarsini Djelantik bahwa “Jaringan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden (Afganistan) terkait dengan kelompok-kelompok seperti Abu Sayyaf (Filipina), Al Jihad (Mesir), Harakat ul-Mujahidin (Pakistan), Islamic Movement (Uzbekistan), Al-Jamaah Al-Islamiyah (Asia Tenggara).”
II. Pembahasan
2.1 Pengertian Terorisme
Pada dasarnya untuk mendapatkan definisi konkret mengenai terorisme sulit untuk didapatkan pendefinisian umum yang memang dapat memuaskan berbagai pihak. Adakalanya pendefinisian ini lebih condong pada unsur politik, seperti yang diungkapkan Jack Gibb, munculnya kontroversi pendefinisian terorisme itu tidak lepas dari fakta pemberian label pada aksi-aksi terorisme yang merangsang adanya kecaman yang keras terhadap pelakunya serta upaya pendefinisiannya tidak akan lepas dari bias politik maupun ideologi.
Menurut Oxford Advanced Leaner’s Dictionary (1995) terorisme didefinisikan, “penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan dalam bidang politik atau memaksakan sebuah pemerintahan untuk melakukan sebuah tindakan sesuai tuntutan tertentu, melalui penciptaan rasa ketakutan diantara sejumlah orang”, mungkin inilah definisi umum mengenai terorisme belum lagi definisi-definisi lain yang ditulis oleh para peneliti diantaranya,
Walter Laqueur semula begitu pesimistik terhadap pendefinisian terorisme, yang akhirnya memberikan tawaran definisi sebagai berikut ;
“Terorisme diartikan sebagai aplikasi dari tindakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan dengan membuat kepanikan di masyarakat, dalam tindakannya untuk memperlemah dengan tujuan menggulingkan sebuah pemerintahan, dan membawa perubahan politik”.
Bruce Hoffmann, salah seorang ahli tentang terorisme dunia, memberikan definisi lebih lengkap yaitu bahwa terorisme itu ;
“Senantiasa bermotif dan bertujuan politik; melalui kekerasan atau yang sejenis; menciptakan efek ketakutan psikologis melalui sasaran target yang dijadikan korban; dibawah perintah sebuah organisasi yang memiliki mata rantai jaringan komando atau struktur-struktur sel (namun anggota-anggota tidak memakai seragam atau lencana lainnya) dilakukan oleh kelompok-kelompok subnasional atau non-state”
2.1.1 Sejarah Terorisme
Istilah teror merupakan fenomena yang sudah cukup tua dan bersejarah, melakukan tindak teror seperti menakut-nakuti, mengancam dan membuat orang lain takut dan merasa tidak nyaman dengan menggunakan kekerasan, sudah lama terjadi meski istilah ini baru mulai diperkenalkan pada masa revolusi Perancis. Di akhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang PD II, “terorisme” menjadi tekhnik perjuangan revolusi, seperti, dalam rejim Stalin tahun 1930-an yang juga disebut “pemerintahan teror” dan pada masa perang dingin istilah teror dikaitkan dengan ancaman senjata nuklir.
Pada tahun 1970-an istilah teror ini muncul dalam berbagai fenomena baru diantaranya adalah terjadinya bom yang menghancurkan tempat-tempat publik yang biasanya dilakukan oleh musuh-musuh pemerintahan karena pemerintah memberi sebutan musuh-musuhnya ini sebagai teroris dan aksi yang mereka lakukan adalah terorisme. Selain itu kemiskinan dan kelaparan merupakan aksi teror terhadap masyarakat yang dilakukan pemerintah yang tidak bertanggungjawab.
Namun istilah teror ini mulai mencapai puncaknya dan menjadi istilah yang mendunia sejak terjadinya peristiwa 11 September 2001, bagaimana tidak Amerika Serikat yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut membentuk koalisi internasional dalam perang melawan teroris atau “The global war on Terrorism”. Jadilah “terorisme” menjadi wacana global yang bagi setipa negara diwajibkan untuk membasminya. Fenomena baru dalam terorisme ini yakni aksi yang dilakukan segelintir orang yang melakukan pengrusakan aksi kekerasan untuk menekan rezim dunia yang kini berkuasa serta pemerintahan negara yang berkoalisi atau bekerjasama dan tunduk pada rezim dunia tersebut, hal ini terlihat setiap tindak kekerasan bom di negara-negara maju yang berkoalisi dengan negara adidaya dan negara berkembang yang tunduk padanya maka mereka disebut-sebut sebagai teroris.
Hal ini berbeda dalam pemberian istilah teroris masa lalu yakni, teroris identik dengan tindak revolusi yang dilaksanakan pemberontak pemerintah dengan tujuan yang bersifar regional yakni ingin menjatuhkan pemerintahan sah ataupun hanya untuk menarik pemerintah atas keinginan yang mereka tuntut. Perluasan istilah ini terjadi seiring berjalannya waktu. Karena pemberian istilah ini tergantung dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masanya.
Peristiwa 11 September itu merupakan kejadian yang benar-benar menarik perhatian publik seluruh dunia, AS sebagai negara adidaya merasa dipermalukan akan peristiwa t ersebut karena benar-benar mencoreng kekuatannya sebagai negara paling berkuasa di dunia, kekuatan ekonomi dan pertahanannya hancur lebur begitu saja akibat bom yang dilakukan sekawanan teroris yang kebetulan merupakan warga Arab dan beragama Islam, maka sejak itulah islam diidentikkan dengan istilah terorisme tertama mereka yang disebut islam militan atau islam fundamentalis.
2.1.2 Tujuan Terorisme
Tujuan terorisme sangatlah tergantung dari masanya istilah ini mulai terjadi. Seperti telah diunkapkan dalam sejarahnya. Dr.Budi Hardiman menyatakan bahwa “ tujuan-tujuan taktik teroristis: (1) mempublikasikan suatu alasan lewat aksi kekejaman, karena hanya lewat aksi semacam itu publikasi yang cepat dan massif dimungkinkan, (2) aksi balas dendam terhadap rekan atau anggota kelompok; (3) katalisator bagi militerisasi atau mobilitasi massa; (4) menyebar kebencian dan konflik interkomunal; (5) mengumumkan musuh dan kambing hitam; (6) menciptakan iklim panik massa, menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan polisi, dsb. Dari uraian diatas memang pada dasarnya tujuan bagi teroris melakukan aksinya sulit untuk dipastikan dan pada dasarnya setiap tindakan memiliki tujuannya masing-masing. Menurut skala aksi dan organisasinya istilah teroris ini memiliki tiga hal yang dapat diklasifikasikan yakni terorisme intra-nasional, terorisme internasional, dan terorisme transnasional, ketiganya memilik skala dan tujuan serta jangkauannya masing-masing.
Terorisme intra-nasional merupakan jaringan organisasi dan aksi yang terbatas pada daerah teritorial negara tertentu saja, sedangkan terorisme internasional cakupannya lebih luas yakni melewati batas negara. Pada dasarnya terorisme internasional itu diarahkan kepada orang-orang asing dan aset-aset asing di negaranya, diorganisasikan oleh pemerintah atau organisasi yang lebih dari satu negara, dan bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintahan asing. Terorisme transnasional merupakan jaringan global yang dipersiapkan untuk revolusi global untuk menciptakan tata dunia baru dan merupakan bagian dari terorisme internasional yang menjadi radikal.
2.1.3 Islam dan Terorisme
Mengapa islam kerap dikaitkan dengan aksi terorisme ini merupakan pertanyaan yang muncul di benak kita akhir-akhir ini. Opini publik ini sudah terlanjur menyebar kepermukaan tanpa adanya bukti pasti yang dapat dipertanggungjawabkan akan beredarnya opini tersebut. Opini semacam ini beredar begitu saja paska peristiwa 11 September 2001 lalu, sepeti yang diketahui bahwa para pelakunya merupakan orang-orang arab dan juga merupakan seorang muslim dengan begitu berlanjutlah bahwa terorisme merupakan perbuatan islam militan, radikal atau fundamentalis.
2.2 Sejarah Al Qaeda
Pada dasarnya al-qaeda sudah terbentuk jauh sebelum terjadinya peristiwa 11 September 2001, namun mulai mucul dan dikenal oleh publik adalah pasca peristiwa tersebut mengingat organisasi ini yang dianggap sebagai pelaku dari peristiwa tersebut. Secara kronologis Al Qaeda merupakan kelompok mujahidin yang berperang di Afganistan dengan Uni Soviet yang dikenal dengan sebutan Arab-Afgans. Dibentuk dari para mujahid yang ingin berjihad di Afganistan mengusir penjajah komunis Soviet dari tahun 1979 hingga tahun 1989. Pada awalnya Al Qaeda merupakan maktab al- Khidmat atau servis center yang didirikan pada tahun 1984 untuk melayani para mujahid dan juga untuk menerima bantuan-bantuan dari para dermawan muslim dan pada tahun 1989 Osama memantapkannya menjadi Al Qaeda atau military base sebagai pusat pelayanan kepada para Arab-Afgan, keluarga-keluarganya dan aliansi-aliansi di luar negeri yang memiliki jaringan dengan Al Qaeda. Dilihat dari semua itu bahwasanya perjalanan terbentuknya Al Qaeda itu cukup panjang dan bersejarah, namun kini gerakan mereka menjadi icon bagi terorisme padahal sesungguhnya pada awalnya mereka merupakan pejuang yang menginginkan kemerdekaan dari penjajahan.
Jika kini mereka juga ikut berperang di Afganistan itu bukanlah hal yang mengherankan karena kini negeri itu sedang dalam masa transisi dari penjajahan yakni invasi militer yang telah memporak-porandakan negara tersebut.
2.2.1 Struktur Organisasi Al Qaeda
Struktur organisasi Al Qaeda terdiri dari pemimpin tertinggi (al Amir al-‘Am), pimpinan Al Qaeda (al Amir Al Qaeda), majlis syura Al Qaeda, komite urusan militer, komiter urusan keuangan, komite urusan fatwa dan komite urasan penerangan. Dilihat dari pengorganisasian diatas pada dasarnya kini Al Qaeda sudah menjadi organisasi yang sudah tersusun dengan rapih dalam menjalankan segala aksinya.
2.2.2 Cara Kerja Organisasi Al Qaeda
Dengan struktur organisasi yang sudah mapan maka cara kerja organisasi ini bisa saja sudah berjalan dengan baik pula karena sudah terorganisir dengan baik. Mereka mendirikan suatu pelatihan militer dalam hal ini camp-camp militer setelah itu barulah mereka dididik dan dilatih untuk bisa mengangkat senjata dan berperang. Selain itu mereka membuat jaringan di seluruh penjuru dunia untuk mencari dan menggali informasi. Sedangkan untuk memperluas jaringan, paham dan misi mereka, mereka menggunakan fasilitas internet dalam promosi jihad dan segala hal yang berupa pengetahuan agama dan syaring segala informasi tentang islam, gerakan jihad sampai segala berita mengenai penindasan barat terhadap islam di Irak dan Afganistan dan sebagainya.
2.2.3 Tujuan dan Motif Organisasi Al Qaeda
Tujuan dan motif Al Qaeda ini adalah untuk melepaskan diri dari kondisi terjajah atau teraniaya. Dimana umat islam dinegaranya mengalami kondisi dibawah kezaliman bangsa lain. Dengan begitu Al Qaeda mengumandangkan semangat jihad untuk keluar dari kondisi tersebut.
2.2.4 Definisi Jihad
Dalam konteks islam jihad sendiri memiliki beberapa pengertian yang dapat diambil sebagai bahan acuan ada jihad dengan menggunakan senjata namun adapula jihad yang memang dengan kita belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ketika diniatkan baik hanya untuk agama untuk Allah swt, tentu perang yang sifatnya defensif tidak offensif itu dikategorikan sebagai jihad (Ahmad dumiyati).
Namun dalam pandangan Osama bin Ladin mengatakan jihad fisabilillah (perang suci) sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kondisi ummat yang sudah sangat parah ini. Ia tidak melihat adanya cara lain untuk membebaskan negeri-negeri kaum muslimin dari keganasan orang-orang kafir. Pernyataannya itu berdasar pada firman Allah dalam surah An-Nisa’: 84. maka jalan untuk menahan kekuatan orang-orang kafir adalah jihad fisabilillah, sebagaimana firman Allah:”maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidakkah kamu dibebani melainkan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu, Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaanNya (Qs. An-Nisa’: 84).
Teror yang terpuji dan dibenarkan adalah jihad dan perang terhadap musuh yang menduduki negara lain. Teror semacam ini wajib dan dibenarkan, serta tidak diperselisihkan lagi oleh resolusi –resolusi PBB dan dewan keamanan PBB, bahwa setiap negara, bangsa dan individu yang diserang mempunyai hak untuk membela diri dan mengusir agresor yang menyerang negerinya. Dengan begitu definisi jihad sendiri dilihat dari pendapat-pendapat diatas pada dasarnya jihad dalam arti perang memang diperbolehkan pada situasi dan kondisi saat kita dijajah atau diserang bangsa lain.

2.3 Jaringan Internasional Al Qaeda
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya Al Qaeda memiliki jaringan yang luas diseluruh penjuru dunia, maka kemungkinan adanya jaringan Al Qaeda seperti di Irak dan Afganistan juga di Asia Tenggara seperti contoh Indonesia dan Philipina.
2.3.1 Gerakan perlawanan Irak
Gerakan perlawanan di Irak memang sangatlah gencar terhadap Amerika yang saat ini sedang menduduki Irak dan memang ada kemungkinan besar Al Qaeda berada dibalik pemberontakan tersebut karena seperti yang kita ketahui Al Qaeda menolak pendudukan asing di negara-negara islam.
2.3.2 Gerakan Perlawanan Afganistan
Untuk di Afganistan, gerakan-gerakan perlawanannya sudah tidak bisa di tolak lagi bahwa semua ini adalah Al Qaeda karena memang basis militer Al Qaeda ada di Afganistan dan memang dilihat dari kondisi Afganistan yang juga diduduki oleh pihak asing dengan invasi militer Amerika yang sudah berjalan kurang lebih 5 tahunan. Tentu perjuangan untuk bisa mengusir para penjajah yang melakukan invasi sangat gencar dilakukan karena mereka juga menginginkan kemerdekaan untuk dapat mengatur negaranya sendiri.
2.3.3 Gerakan Perlawanan Filipina
Seperti yang diungkapkan Sukawarsini Djelantik bahwa “Jaringan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden (Afganistan) terkait dengan kelompok-kelompok seperti Abu Sayyaf (Filipina), Al Jihad (Mesir), Harakat ul-Mujahidin (Pakistan), Islamic Movement (Uzbekistan), Al-Jamaah Al-Islamiyah (Asia Tenggara).” Jadi ada kemungkinan gerakan perlawanan di Filipina terhadap pemerintahan Manila terdapat keterkaitan dengan Al Qaeda karena pada dasarnya tujuan mereka sama yakni bisa merdeka dalam beragama menjalankan ibadahnya serta dapat menjadikan islam sebagi hukum tertinggi yang ingin ditegakkan.
2.3.4 Gerakan Perlawanan Indonesia
Di Indonesia terkenal sebuah gerakan jihad Jamaah Islamiyah (JI) saat ini dunia memfokuskan bahwa gerakan ini merupakan bagian dari Al Qaeda, seperti yang diungkapkan Angel Robasa bahwa ”JI is considered part of Al Qaeda’s internsional terrorist network, but it is in fact a distinct organization with its own objectives and localized goals”. Dan pendapat lainnya menyatakan bahwa JI, sebuah organisasi yang didirikan di Malaysia di pertengahan 1990an oleh warga Indonesia yang terkait al-Qaeda. JI memiliki jaringan pendukung diseluruh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina Selatan. Dengan begitu berbagai opini berdatangan mengenai apakah benar adanya keterkaitan Al Qaeda dalam berbagai perlawanan di Asean dengan organisasinya JI.


III. Penutup
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan sementara yang dapat diambil dalam laporan ini adalah bahwasanya Al Qaeda merupakan organisasi jihad internasional yang memiliki jaringan yang luas di pelosok penjuru dunia. Dengan begitu terdapat kemungkinan gerakan-gerakan teroris transnasional diberbagai negara seperti di Irak, Afganistan dan di Asean memiliki keterkaitan dengan organisasi ini.
3.2 Saran
Untuk dapat mengetahui laporan konkrit mengenai organisasi Al Qaeda akan lebih baik jika dilihat dari beberapa referensi. Untuk itu dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dalam referensi maupun dalam penulisan.










Daftar Pustaka

Abel Rabasa etal, Beyond Al-Qaeda the Global Jihadis Movement part I, Randi Project Air Force, United States: 2001.
Abdul Mun’im Musthofa Halim Abu Bashir, Teroris Islamis? Kerancuan di Balik Pemburuan Para Teroris, Al Qowam, Solo: 2004.
Dr. F Budi Harliman, Terorisme Definisi, Aksi dan Regulasi, Imparsial koalisi untuk keselamatan masyarakat sipil, Jakarta: 2003.
C Reus Smith, “ Constructivism” dalam buku S Burchil, et al., Theoris of Internasional Relation, 2nd edition (Palgrave: Handmill 2001)
Fachri, M, In The Heart of Al Qaeda, Biografi Usamah bin Ladin dan Organisasi Jihad Al-Qaedah, Ar Rahmah Media, Jakarta: 2008
Peter Chalk, “Al Qaeda and Links to Terrorist Graups in Asia”, dalam buku The New Terrorism Anatomy, Trends and Counter Strategies, editior Andrew Tan dan Kumar Ramakrishna, Eastern Universities Press, Singapore: 2002.
Poltak Partodi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru , Tim Peneliti HI, Pusat pengkajian dan pelayanan informasi (P3i), DPR RI, Jakarta: 2002.
Samuel P Huntington, “ Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Qalam, Yogyakarta: 2000.
Sukawarsini Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol 7. Januari 2007
Suyatno, Terorisme dan Hubungan Internasional, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol 2 No 4 Januari 2006.
Internet :
Indonesia :Bagaimana Jaringan Teroris Jemaah Islamiyah Beroperasi, ICG Asia Report, dalam www.ICG.com

How To Solve The Bording Problem Between Indonesia and Malaysia

How To Solve The Bording Problem Between Indonesia and Malaysia

Bording problem between Indonesia and Malaysia has proceed since a long time, but this problem become very serious when Indonesia and Malaysia to figh for Sipadan and Ligitan island. The end of this conflik had achieve by Malaysia, so both island become a property of Malaysia from decision Internasional Jurisdiction. Now tension between both countries trun up again in Ambalat problem. Ambalat is Island in regional bording that is in Sulawesi Sea East Kalimantan Island, which has a lot of natural sources. Contens of oil and gas in Ambalat Island, which their profit until 4200 billion rupiah, with this money Indonesia can pay their obligation and remainder of this money can use to economic interest of Indonesia. If this problem not finish with quick, conflik between Indonesia and malaysia is hard to prevented. There are significant solutions for Indonesia and Malaysia to finish bording problem by peace, such as doing negotiation between both countries, submiting this problem to Internasional Jurisdiction, and doing cooperation to increase economic, social, and security in the border area.

One important solution to finish bording problem is doing negotiation between both countries. Negotiation is a manner to finish problem by direck discussion (musyawarat) between both countries have a legal dispute, as a result accepted by their countries. So doig negotiation is a good solution because they can say their opinion with discussion without intervention from another countries but always base of honest and internasional law. Thus a result can agreed by both countries.

Submit this problem to Internasional Jurisdiction is another solution to finish bording problem between Indonesia and Malaysia, if negotiation can’t finish this problem. When this problem submit to Internasional Jurisdiction, in arrangment has low status which clear. Therefore who have the right on Ambalt island can know with the tru fact base of International Low. Indonesia has Internasional Low concerning their region that is “wawasan nusantara”. This is archipelago consep since UUD No 4 Thn 1960 was made base of Djuanda declaration 13 Desember 1957. After that this consep was struggle in Internasional forum in Uniter Nations low sea conference, thus Indonesia have the right on Ambalat.

The last solutions is doing cooperation between both countries to increase economic, social, and security in the border area. This cooperation can be dicrease bording problem because both countries jointly buld economic, social, and security in the border area. On the other hand they adventage this area together but do with fair. Otherwise do with fair this problem can increase become crusial problem make a long conflik between both countries.

In conclution, this essai has presented significant solutions for Indonesia and Malaysia to finish bording problem by peace, such as doing negotiation between both countries, submiting this problem to Internasional Jurisdiction, and doing cooperation to increase economic, social, and security in the border area. If this solutions doing with righ, I hope border problem between Indonesia and Malaysia can finish by peace. Strained situation between both countries can finish. Therefore peace in Asean region can reach exspesially in border area Indonesia and Malaysia.

Hubungan Indonesia-Arab Saudi dan Peranan mereka dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Hubungan Indonesia-Arab Saudi dan Peranan mereka dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Hubungan Indonesia-Arab Saudi
Hubungan Indonesia Arab Saudi sudah terjalin cukup lama Hubungan diplomatik antara kedua negara yang telah terjalin sejak tahun 1951 hingga saat ini berjalan dengan baik. Selain secara bilateral, kedua negara juga mengembangkan kerjasama di berbagai forum internasional, seperti PBB, badan-badan PBB, GNB, OKI, dan lain-lain. Kedua negara banyak memilki persamaan pandangan dalam berbagai masalah regional dan internasional. hal ini merupakan hubungan di bidang politik yang berjalan dengan baik antara keduanya, belum lagi kedua negara ini konsen dalam perdamaian di timur tengah dan kesamaan dukungan terhadap Palestina.
Selain itu Arab Saudi merupakan salah satu investor terbesar Indonesia di Timur Tengah, Arab Saudi menginvestasikan dananya dalam pembuatan pabrik baja di Lamongan hingga dalam bidang komunikasi, munculnya Axis sebagai operator seluler dari Arab Saudi.
Pada tahun 2004 Arab Saudi merupakan investor asing terbesar di Indonesia senilai US $ 3,018 milyar hal ini terlihat dalam persetujuan Perlindungan dan Promosi Penanaman Modal /Agreement on Protection and Promotion of Investment atau Investment Guarantee Agreement (IGA) Riyadh, tanggal 15 September 2003. dalam bidang perdagan di kawasan Timur Tengah, total nilai perdagangan Indonesia tertinggi adalah dengan Arab Saudi yaitu sebesar US$ 2,1 milyar Peluang ekspor Indonesia masih sangat besar disebabkan jumlah penduduk Saudi sebesar 23,4 juta, income perkapita US$ 7.616,-, 85% kebutuhan Arab Saudi dari impor yang dalam 10 tahun terakhir meningkat 5 kali lipat dan Pada tanggal 25-29 September 2004, Menperindag, Rini M.S. Soewandi berkunjung ke Riyadh dan Jeddah dalam rangka Seminar Peluang Investasi dan Perdagangan di Indonesia-Arab Saudi, yang diselenggarakan oleh KBRI Riyadh berkerjasama dengan KADIN Riyadh dan KADIN Jeddah .
Dilihat dari data-data diatas terbuktilah bahwa kerjasama dibidang ekonomi antara kedua negara terjalin dengan sangat baik.
Kerjasama dibidang budaya antara Indonesia dan Arab Saudi juga terciptan dengan baik terutama dalam persoalan pendidikan dan agama islam. Dalam literature kitab-kitab arab, pengkajian mengenai bahasa arab dalam terjemahan Indonesia. Selain itu hubungan Indonesia dan Arab Saudi terjalin dalam urusan keberangkatan Haji dan pengiriman TKI (tenaga kerja indonesia) ke Arab Saudi. Kedua hal ini merupakan merupakan momentum penting hubungan Indonesia Arab Saudi terutama dalam hal keberangkatan haji yang rutin dilaksanakan setiap tahun dan Indonesia merupakan Negara yang mengirimkan para calon haji terbesar di dunia. Pemerintah Arab Saudin juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan perhatian dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang melaksanakan ibadah Haji dan Umrah.
Peran Indonesia dalam konflik Palestina
Konflik Palestina dan Israel banyak menarik perhatian dunia terutama bagi Negara-negara di Timur Tengah dan Negara-negara Islam. Begitupula bagi Indonesia, meskipun Indonesia bukan merupakan Negara islam namun pada kenyataannya mayoritas penduduk indonesia adalah islam maka dari itu masalah Palestina juga menjadi perhatian kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan begitu Indonesia memainkan peran strategis dalam mendamaikan konflik Israel palestina. Selain itu bangsa dan Negara Indonesia memiliki filsafatnya sendiri, yaitu melihat kezaliman/penjajahan sebagai musuh bersama dan harus diperangi/dieliminir, sesuai amanah UUD negara RI. Selain itu, sebagaimana diamanahkan oleh UUD 45, negara Indonesia memang harus proaktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Sudah sejak awal kemerdekaan hingga kini solidaritas dan semangat yang kuat bangsa Indonesia dalam keinginannya menyelesaikan konflik di timur tengah khususnya konflik Israel dan Palestina. Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia sejak awal memang mendukung penuh kemerdekaan Palestina dan menolak penjajahan yang dilakukan Israel. Hal ini dikarenakan solidaritas sesama muslim yang sangat kuat dari rakyat Indonsia meski persoalan ini bukan merupakan persoalan agama tapi lebih kepada persoalan politik, ekonomi dan geografis, namun pada dasarnya wilayah yang disengketakan merupakan daerah bersejarah bagi dunia Islam sekaligus juga bagi bangsa Yahudi.
Seperti yang telah diungkapkan mantan presiden Indonesia Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2004 mengatakan, ”Kita tetap mempertegas sikap Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina dalam perlawanannya terhadap Israel.” Hal yang hampir sama ditegaskan pula oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya tanggal 16 Agustus 2005 . Ungkapan dari pemimpin bangsa Indonesia ini merupakan cerminan dan sikap indonesia dalam menyikapi konflik israel-palestina.
Diantara peran indonesia dalam mendukung Palestina adalah Indonesia telah berhasil mendorong masuknya Palestina dalam keanggotaan Inter Parliamentarian Union (IPU) atau Parlemen Se-Dunia, dan dipastikan parlemen Palestina akan ikut dalam sidang assembly pada bulan Oktober 2008. Hal itu dikatakan Ketua DPR Agung Laksono saat membuka Konferensi Internasional tentang Palestina, di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/5).Menurutnya, Indonesia berkepentingan memasukkan keanggotaan Palestina di IPU, karena hal itu sebagai bagian dari memperjuangkan kemerdekaan Palestina . Selain itu Indonesia sebagai anggota OKI, selalu memasukkan masalah Palestina dalam KTT OKI.
Pada 17-21 April 2005 lalu diadakan kongres umat islam indonesia (KUII) ke 4 di Jakarta yang menghasilkan deklarasi jakarta. dalam butir kedelapan deklarasi jakarta adalah mendesak pemerintah untuk mendukung pembebasan Masjidil Aqsha dari cengkraman kaum zionis Israel dan mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Palestina . Dan pada Tanggal 20-24 April 2005 Indonesia menjadi tuan rumah KAA (konferensi Asia Afrika) ke 50 di Jakarta dan Bandung. Dalam konferensi tersebut juga memasukan masalah Palestina sebagai isu yang penting untuk dibahas. Isu Palestina yang disebut dalam Komunike Akhir KAA 1955 juga disinggung dalam Deklarasi NAASP (New Asian-African Strategic Partnership/ Kemitraan Strategis Asia-Afrika Baru). Rumusannya adalah ".50 tahun sejak Konferensi Bandung, rakyat Palestina tetap tercerabut haknya untuk mendapatkan kemerdekaan. Kami tetap setia mendukung rakyat Palestina dan berdirinya sebuah negara Palestina yang dapat terus hidup dan berdaulat, selaras dengan resolusi-resolusi PBB terkait" . Dengan begitu Indonesia benar-benar konsen dalam keinginannnya mendamaikan konflik Israel-Palestina dengan membawa masalah tersebut dalam konferensi bertaraf internasional.
Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah muslim terbesar di dunia diharapkan bisa menjadi mediator dan ikut serta berperan penting dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Meski begitu perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri tidak dapat menghasilkan solusi yang maksimal maka dari itu Indonesia perlu mendapatkan dukungan dengan negara di Timur-Tengah dalam hal ini adalah Arab Saudi.
Peran Arab Saudi dalam konflik palestina
Dalam menyikapi masalah palestina Arab Saudi juga konsen dalam keinginannya menyelesaikan persoalan ini, salah satunya Arab Saudi merupakan penyumbang dana terbesar bagi pemerintahan Palestina dalam menyelesaikan masalahnya. Selain itu Arab Saudi juga merupakan pemrakarsa PLO yakni organisasi palestina merdeka sekaligus merupakan pemberi semangat bagi organisasi ini untuk memperoleh tujuannya. Arab Saudi sudah mendukung gagasan PLO yang merupakan legitimasi juru bicara sah untuk Palestinians dan menyatakan di depan umum secara pribadi menuntut penetapan dan Status negara palestina. Di dalam pandangan arab Saudi pendirian negara Palestina akan jauh mencukupi permintaan bangsa Palestina .
Dengan letak geografis yang berdekatan dengan konflik palestina-Israel serta merupakan negara terbesar di Timur Tengah dan juga kaya serta merupakan negara muslim memang sudah seharusnya Arab Saudi memainkan peran penting sebagai polisi yang menjaga keamanan dan kestabilan di Timur Tengah. Kebenaran atau kesalahan bangsa arab menyatakan kepercayaan mereka bahwa penyelesaian Konflik politis Arab-Israeli, mencakup terciptanya negara Palestina, hal ini akan mengurangi permasalahan di timur tengah. Tidak hanya dalam lingkungan inter-Arab yang menjadi lebih dapat dikendalikan, mereka berpikir, hal ini akan mengurangi resiko terjadinya peperangan. Jadi bangsa arab sudah menjadi kewajibannya untuk melanjutkan dan meminta dengan tegas bahwa suatu solusi kepada Isu Palestinian adalah prioritas terpenting dan perhatian mendesak mereka . Jadi Arab Saudi yakin dengan selesainya konflik ini akan mendatangkan kedamaian di Timur tengah terutama dengan berdirinya negara Palestina yang mereka anggap berhak untuk memperolehnya. Karena penjajahan Israel tersebut terhadap negara-negara di Timur Tengah terutama palestina merupakan awal terjadinya konflik di wilayah tersebut.
Dilihat dari hubungan Indonesia dan Arab Saudi dan peran mereka dalam dukungannya untuk Palestina agar dapat menyelesaikan persoalannya dengan begitu setidaknya dapat menciptakan kedamaian di wilayah Timur Tengah. Dengan begitu sangat penting bagi Indonesia dan Arab Saudi untuk dapat menyelesaikan permasalahan Palestina-Israel, serta hubungan mereka yang terbilang sangat baik maka bukan suatu yang mengherankan bagi keduanya untuk saling bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan ini. Jika masing-masing negara bergerak sendiri-sendiri, hasilnya tidak begitu berpengaruh terhadap capaian perdamaian di Timur Tengah. Keefektifan koalisi tentu saja untuk membangun citra dan pengaruh kekuatan yang dimiliki anggota koalisi. Inilah yang mesti dipikirkan agar penyelesaian konflik dapat dilakukan secara menyeluruh dan efisien.
Langkah Arab Saudi (Kesepakatan Mekkah, 2007) menemukan hasil dengan kompensasi dana bantuan bagi krisis internal dan pembentukan kabinet persatuan. Masuknya Indonesia ke dalam penyelesaian masalah ini tidak akan menimbulkan gejolak luar biasa bagi negara-negara Arab. Indonesia bisa berbagi peran dengan negara-negara Arab dalam membuka jalan dialog, misalnya dengan Saudi dan rezim-rezim Teluk untuk berbagi beban finansial. Dengan kerjasama yang baik antara indonesia dan negara-negara arab terutama arab saudi mungkin akan mempercepat penyelesaian masalah palestina tersebut. Indonesia bisa mengemukkan ide-idenya bagi penyelesaian konflik internal palestina dengan membuka dialog diantara keduanya mengingat indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya namun sudah bisa menjaga kedamaian dan kerukunan diantara perbedaan tersebut. Hal ini bisa dijadika contoh bagi penyelesaian konflik internal palestina.
Dalam konteks ini, perlu dibuatkan koalisi negeri-negeri Muslim seperti Indonesia, Pakistan, Arab Saudi, dan Mesir untuk mewujudkan peta perdamaian di Timur Tengah secara komprehensif. Namun penyelesaian damai Palestina-Israel ini diharapkan bisa lebih serius dan tidak dianggap berlalu begitu saja tanpa adanya penyelesaian yang pasti. Tidak seperti yang diungkapkan Ribh Y Awad duta besar Palestina menyatakan bahwa “persepsi negara-negara arab seperti Mesir, Suriah, Jordania, dan Libanon memandang perlawanan bangsa palestina hanya sebagai instrumen dan sarana menekan Israel, bukan untuk membebaskan wilayah Palestina yang didukung Israel. Tujuan negara-negara arab terlihat jelas yaitu mewujudkan penyelesaian damai dan menghindari konfrontasi militer dengan Israel” . Dengan begitu keseriusan negara-negara arab dan muslim dalam menyelesaikan permasalahan palestina haruslah ditingkatkan dan dukungan bagi berdirinya negara palestina merdeka harus terus dijadikan tujuan yang mesti dicapai.

pemilu amerika 2008 dari sudut teori hubungan internasional

Seminar “ The Road to ًWhite House: How American Choose a President”
Speaker: Mr. Tristram Perry (Press Attach US Embassy)
Dr. Dewi Fortuna Anwar (Deputi ketua LIPI)
Review
Dalam seminar pertama Mr. Tristram banyak membicarakan mengenai pemerintahan Amerika Serikat apakah pemerintahannya merupakan pemerintahan tertua didunia? Pada dasarnya Amerika bukan Negara tua jadi pemerintahannya juga bukan pemerintahan yang sudah lama dibangun, Amerika dahulu merupakan koloni dari Inggris maka dari itu terdapat kesamaan dengan Indonesia yang merupakan koloni dari Belanda. Mengapa pemilu Amerika Serikat mengundang perhatian banyak kalangan di dunia, karena Amerika Serikat merupakan Negara global Power dan setiap kebijakan akan berakibat ke seluruh dunia. Dengan begitu betapa pentingnya memperhatikan jalannya pemilu di Amerika Serikat.
Selain itu ia juga menjelaskan mengenai jalannya pemilu di Amerika dimulai dari January di Iowa, Supper Tuesday, Democratic Convention, Republics Convention, dan terakhir Election day.
Pada bagian kedua Dr. Dewi lebih menekankan akan kebijakan luar negeri para calon presiden Amerika Serikat. Barak obama pernah tinggal selama kurang lebih 4 tahun di Indonesia bukan berarti bahwa kebijakan luar negerinya nanti akan berpihak pada Indonesia dan mengenai hillary Clinton karena dia adalah kandidat perempuan satu-satunya bukan berarti ia akan melindungi segenap kepentingan kaum perempuan. Jadi pada dasarnya jangan hanya melihat latar belakang historisnya saja tapi lihatlah kebijakan-kebijakan yang hendak mereka laksanakan ketika menjabat presiden nanti. Sedangkan Mc Cain lebih realis dalam kebijakan luar negerinya yang prioritasnya tidak jauh dari kebijakan George W Bush yang menginginkan Amerika tetap memegang peran penting sebagai polisi dunia.
Ada pertanyaan yang mengundang perhatian pada saat seminar yakni mengenai kebijakan Amerika Serikat yang selalu memihak pada kepentingan Israel. Dan Dr Portuna tidak menolak pendapat tersebut ia menyatakan bahwa Amerika memang mendukung Israel hal ini dikarenakan basik idiologi posisinya Amerika. Karena masalah sejarah, ekonomi, politik, pendidikan, komunikasi, entertainment atau hiburan semuanya dikuasai oleh Yahudi belum lagi konstitusi di Negara-negara bagiannya. Maka dari itu memang sudah posisinya Amerika Serikat mengambil kebijakan tersebut.
Analisa
Teori rasionalisme dapat dijadikan rujukan analisa seminar tersebut, dimana dalam seminar tersebut menyebutkan bagaimana memilih pemimpin yang tepat bagi rakyat Amerika Serikat yang menginginkan perubahan. Tentu dalam memilih dan memberi dukungan tidak hanya berdasarkan latar belakang historis saja tapi semua itu harus dipertimbangkan secara rasional bagaimana kebijakannya. Bagi Indonesia sendiri bagaimana kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia dan bagi masyarakat dunia melihat bagaimana kebijakan luar negerinya secara menyeluruh, seperti kebijakan di timur tengah, mengatasi konflik Israel Palestina, Irak, Afganistan, juga masalah-masalah global sepeti terorisme dan global warming.
Peter Abell, London school of economics and political science dengan teori pilihan rasionalnya menyatakan bahwa “ satuan-satuan perilaku (biasanya dari setiap orang) mengoptimalkan pilihan-pilihannya (tindakan-tindakan) mereka dalam kondisi-kondisi tertentu . Berdasarkan teori tersebut bahwasanya dalam memilih itu harus rasional dan lakukanlah dengan sebaik-baiknya ke arah yang optimal agar tidak menyesal dikemudian hari.
Andrew Linklater menyatakan bahwa “rasionalis ditarik dari elemen realis dan idealis yang berada dipertengahan antara keduanya” . Berdasar pada teori tersebut Amerika Sebagai negara Super Power yang mengontrol kekuatan global masih memainkan peran penting dalam dunia Internasional belum lagi kebijakan –kebijakan barunya, apakah bisa menciptakan kedamaian dunia, jadi pemilu kali ini sangat menarik perhatian publik di seluruh dunia.
Charles W. Kigley dalam bukunya Trend and Tranformation in word politics menyatakan bahwa “konstruktivisme di gunakan untuk menjelaskan bagaimana semua paradigma mempercayai dukungannya dalam menyampaikan teori dan pencapaian bersama keputusan umum atau konsensus intersubjektive, dalam pendefinisian terbaik menjelaskan secara detail konsep dari masalah internasional dan komunikasi adalah bagian dari pandangan dan pengertian” . Jadi pandangan para calon ini akan kebijakannya luar negerinya merupakan representasi dari paradigmanya dan konsepnya dalam menyikapi kondisi dunia saat ini, dengan begitu cara pandang para calon dapat diketahui dari kebijakan-kebijakan yang hendak ia terapkan nanti.
C Reus Smith, menyatakan bahwa ” kaum kontruktivis memberlakukan aktor politik Internasional sebagai entitas sosial yang mana identitasnya dibentuk oleh lingkungan sosial dimana mereka beraksi. Kepentingan para aktor dalam interaksi sosialnya tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal melainkan oleh identitasnya” . Dari pendapat Smith diatas dapat dipakai untuk menganalisa mengapa setiap kebijakan Amerika Serikat seringkali berdasar pada kepentingan Israel dalam hal ini Yahudi. Hal ini dikarenakan faktor lingkungannya dan interaksi yang memang sudah lama terjadi menjadikan hal ini sebagai identitasnya dan Amerika Serikat tidak bisa untuk keluar dari kebiasaanya itu. Seperti yang diungkapkan Dr Portuna dalam seminar bahwa memang basis ideologi posisi Amerika yang mengharuskan untuk itu .
Kesimpulan
Dari review seminar diatas dapat diambil sebuah kesimpulan sementara bahwasanya pemilu di Amerika Serikat tahun 2008 ini merupakan peristiwa penting bagi dunia internasional semua itu dikarenakan Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang segala kebijakannya mempengaruhi situasi ekonomi, politik dan budaya seluruh masyarakat dunia. Mengikuti terus perkembangannya dapat dijadikan patokan seperti apa masa depan masyarakat internasional nantinya.
Mesti begitu, latar belakang historis dan karakteristik para calon belum tentu bisa dijadikan acuan bagi kebijakannya di masa akan datang. Untuk memberikan dukungan yang terbaik adalah dengan melihat bagaimana kebijakan-kebijakan luar negerinya kedepan.


Daftar Pustaka
Adam,kuper, jessika, kuper, ensiklopedi ilmu-ilmu sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000
Andrew Linklater, Rationalism, dalam buku S Burchil, et al., Teori of Internasional Relations, 2nd edition, Palgrave, New York: 2001.
Charles W. Kigley, Jr. And Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation, sixth edition, St. Martin’s Press, N.Y.: 1997.
C Reus Smith, “ Construktivism” dalam buku S Burchil, et al., Theoris of Internasional Relation, 2nd edition, Palgrave, New York: 2001.

rasionalisme

Review

Judul : Theories of International Relations
Sub judul : Rationalism
Sub Title :The Repolt Against The West and The Expansion of International Society
Penulis : Andrew Linklater
Terbitan : Palgrave, New York, 2001
Halaman : 103-124

Rasionalisme pada awalnya dikenalkan dalam studi filsafat dengan tokohnya Rene’ Descrates (1596-1650 M). Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahua adala rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal) . Namun dalam studi hubungan Internasional rasionalisme baru diperkenalkan pada tahun 1950an. Dalam bukunya yang berjudul Rationalism, Andrew Linklater menceritakan prihal awal mulanya kajian rasionalism di dalam kajian HI, berikut ini akan di paparkan mengenai sejarah teori rasionalisme dalam studi Hubungan Internasional menurut buku linklater tersebut.
Awalnya rasionalis diperkenalkan dari asosiasi penulis klasik seperti Gratius, dan Vattel, pemikir modernnya adalah Hadley Bull, Watson dan Vincent. Rasionalis ditarik dari elemen realis dan idealis yang berada dipertengahan antara keduanya. Jadi rasionalis merupakan penengah diantara teori realisme dan idealisme. Pemikiran rasionalis ini terkenal dalam kajian dosen di London School of Ekonomic pada tahun 1950an. Dalam tulisannya itu linklater mengatakan bahwa “rasionalisme mengakui bahwa negara melakukan paksaan untuk keamanannya didalam kondisi anarkhi, tidak seperti individu-individu dalam masyarakat sipil, dan bahwa kompetensi dan konflik sering mengikuti usahanya untuk realisme objektifnya .

Dalam buku mengenai rationalisme menyatakan bahwa rasionalisme ditarik berdasarkan teori realisme dan idealisme, realis memiliki argumen bahwa negara memaksa masyarakat Internasional dibawah kepentingan nasionalnya yang egois. Dua poin penting pembahasan rasionalis di dalam buku ini adalah rasionalis meyakinkan bahwa tekanan realis dalam, bagaimana negara mengeluarkan manuver, kontrol, dan mencari kekuatan lebih dari yang lainnya, dalam priode perang mengambil bagian dari subtansi politik dunia. Berikutnya tuntutan rasionalis bahwa kepentingan Internasional seharusnya tidak berdasarkan pada jaminan, setelah pencapaian berbahaya yang dapat memusnahkan dari kekuatan politik agresif atau revolusioner.
Permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam pembahasan rasionalis ini adalah mengenai pemberontakan melawan Barat dan perluasan masyarakat Internasional. Diantaranya menceritakan mengenai berakhirnya kolonilisme Barat dalam hal ini Eropa yang akhirnya memunculkan negara-negara merdeka yang menjadi bagian dari masyarakat Internasional.
Pada abad ke 18 dimana Eropa memperluas pengaruh dan kekuatannya di dunia Internasional memaksakan kehendaknya terhadap negara jajahannya yang tentunya memiliki nilai moralnya tersendiri, dengan perjuangan panjang mereka akhirnya terlepas dari kolonial Barat dan Bull menyatakan hal ini sebagai pemberontakan terhadap Barat. Menurut pendapatnya terdapat lima komponen utama pemberontakan terhadap Barat diantaranya adalah:
Pertama, perjuangan kadaulatan yang sama, seperti yang telah dilakukan Jepang dan China. Kedua, pemberontakan politis terhadap Barat, negara terjajah menuntut kemerdekaannya dan kebebasan dari dominasi kolonial. Ketiga, perjuangan untuk menghapuskan perbudakan dan budak dagang. Keempat, permasalahan ekonomi, yang dikuasai oleh Barat. Kelima, pemberontakan budaya adalah protes terhadap semua format kebudayaan Barat atau sering disebut pemberontakan terhadap nilai-nilai Barat .
Kemudian muncul pertanyaan apakah perluasan masyarakat Internasional ini sebagai akibat dari pemberontakan melawan Barat akan mendorong kearah konflik ideologis yang berbahaya bagi keamanan Internasional? Dari pertanyaan tersebut memunculkan perdebatan mengenai masa depan hubungan Internasional, sedikitnya ada tiga jawaban untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama adalah pandangan Samuel Huntington’s yang menyatakan mengenai garis kesalahan masyarakat Internasional, menurut perspektifnya tidak ada jaminan pluralisme di dalam masyarakat intenasional yang akan bertahan. Kedua adalah pandangan Franchis Fukuyama yang percaya bahwa demokrasi liberal akan berlaku sebagai bagian dari perkembangan dunia menjadi zona damai liberal. Ketiga adalah pandangan Chris Brown bahwa pemberontakan melawan Barat telah membiarkan masyarakat lain hidup menurut konvensi moralnya, dalam hal ini bagi mantan negara terjajah mempersiapkan diri untuk memelihara kemerdekaan dan kedaulatan mereka.
Lebih lanjut Bull dan Watson’s mencatat bahwa “mengenai pertumbuhan konflik budaya dan kultur warganegara baru dunia. Antara pendukung pluralisme dan pandangan solidaritas yang mungkin menyisakan perbedaan dari segi utama masyarakat Internasional yang universal” . Robert Jackson’s berargumentasi bahwa “negara dunia ketiga telah diakui menjadi bagian dari masyarakat dunia yang memiliki kedaulatan yang sama tanpa adanya jaminan mereka bisa mengurus pemerintahan mereka sendiri dengan baik” . Menurut artikel 2 paragrap 7 piagam PBB menyatakan bahwa masyarakat Internasional tidak dibenarkan untuk ikut campurtangan terhadap hak hukum atau kekuasaan domestik negara lain.





Pembanding
Judul : Politik AntarBangsa
Sub bab : Perimbangan Kekuasaan Baru
Penulis : Hans J. Morgenthau
Penerjemah : Cecep Sudrajat
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991
Halaman : 23-34
Dalam buku ini memaparkan mengenai perubahan ketiga dalam struktur perimbangan kekuasaan adalah lenyapnya garis perbatasan kolonial. Pendapat Morgenthau dan Lanklater mengenai perluasan eropa memiliki keselarasan diantaranya adalah mengenai pendapat Linklarer bahwa” Pada abad ke 18 dimana Eropa memperluas pengaruh dan kekuatannya di dunia Internasional memaksakan kehendaknya terhadap negara jajahannya yang tentunya memiliki nilai moralnya tersendiri, dengan perjuangan panjang mereka akhirnya terlepas dari kolonial Barat dan Bull menyatakan hal ini sebagai pemberontakan terhadap Barat “ ini selaras dengan pendapat Morgenthau yang menyatakan bahwa “bangsa-bangsa pada priode klasik mencari kekuasaan dengan memperoleh wilayah yang dianggap sebagai lambang dan intisari dari kekuasaan nasional”. Peluang untuk tercapainya tujuan itu didapat dari wilayah-wilayah yang luas di Afrika, Amerika dan sebagian Asia yang berbatasan dengan laut sebelah Timur atau sering disebut sebagai wilayah-wilayah yang kosong secara politik .
Selain itu keselarasan keduanya dapat terlihat dari tulisan mereka mengenai kemunduran eropa dalam hal ini Barat dengan munculnya negara bangsa baru. Morgenthau mengatakan bahwa “Pada tahun 1870 dan 1914 merupakan priode tentang perundingan diplomatik dan tawar-menawar mengenai tanah-tanah milik bangsa lain dimana konflik dan masalah ditangguhkan juga merupakan priode perdamaian antara negara-negara besar” . Setelah itu lebih dari empat dasawarsa bermunculanlah masalah besar politik dunia seperti terjadinya perang-perang lokal yang merupakan perang antara negara-negara besar dengan negara periferi (negara yang menjadi sasaran ekspansi terkecuali Jepang). Ketika negara besar telah mencapai batas-batas kekuasaan ekspansi mereka yang juga mencapai batas-batas kekuasaan tertinggi di dunia. Lebih khusus, kemunduran politik dan militer bangsa-bangsa Eropa menjadi penyebab dan kemudian untuk sebagian besar merupakan hasil dari revolusi kolonial.
Gagasan dan petunjuk dari politik dalam negeri maupun Internasional barat adalah penentuan nasib sendiri bangsa dan keadilan sosial kini dicampakan kembali oleh Asia terhadap barat, mengecam dan memberontak terhadap kebijakan politik dan ekonomi Barat.

Analisa
Dari kedua buku diatas membahas mengenai kemunculan negara bangsa baru dalam hubungan Internasional, dimana keduanya memiliki sudut pandangnya masing-masing. Menurut bukunya Andrew Linklater yang mengambil sudut pandangnya terhadap terjadinya pemberontakan terhadap barat yang dilakukan negara terjajah akibat dari keinginan mereka untuk merdeka baik dari segi ekonomi, politik maupun budaya dan memiliki kedaulatan yang sama. Sedang menurut bukunya Morgenthau yang mengambil sudut pandang dari melemahnya kekuatan barat dalam hal ini Eropa yang akhirnya melepaskan negara jajahannya.
Dari kedua pendapat diatas dapat dijadikan satu argumen yang saling terkait bahwasanya kemunculan negara-negara baru ini pada pasca Perang Dunia ke dua sebagai akibat dari lenyapnya garis perbatasan kolonial yaitu penyempurnaan ekspansi kolonial yang berarti awal dari usainya sistem kolonial tersebut yang juga diakibatkan dari melemahnya kekuatan bangsa Eropa akibat perang dunia ke dua.
Namun ketika Barat berkuasa ia memasukkan nilai moralnya dalam hal ini pemikirannya kepada negara jajahannya, sedangkan negara jajahannya tersebut memiliki nilai moralnya tersendiri, meski begitu tidak semua gagasan barat ini ditolak bahkan gagasan mengenai menentukan nasib sendiri dan keadilan sosial juga pandangan yang menyatakan kemiskinan dan kesengsaraan itu bukan pemberian Tuhan yang harus diterima tapi merupakan perbuatan manusia sendiri hal ini dijadikan pelajaran terbaik bagi mereka. Dengan gagasan itu mereka melakukan perlawanan terhadap Barat yang menginginkan kemerdekaan untuk menetukan nasibnya sendiri hingga akhirnya bermunculanlah negara-negara merdeka yang menjadi bagian dari masyarakat Internasional.
Kemudian pada pasca berakhirnya perang dingin negara-negara merdeka itu membentuk aliansi-aliansinya tersendiri, tapi tidak hanya mereka bahkan negara-negara eropa dan Amerika juga membentuk aliansinya tersendiri seperti yang diungkapkan Huntington yang menyatakan bahwa “ seiring berakhirnya perang dingin, negara-negara di seluruh penjuru dunia mulai mengembangkan dan memberi semangat baru terhadap antagonisme-antagonisme dan asosiasi-asosiasi masa lalu. Mereka membentuk kolompok-kelompok antarnegara yang didasarkan pada kesamaan peradaban dan kemiripan kebudayaan . Ini terlihat dengan kemunculan NATO, ASEAN, Turki Raya, Cina Raya, Masyarakat Eropa dan sebagainya.
Namun kini muncul kembali petanyaan mengenai masa depan keamanan internasional yang mengarah pada konflik ideologi seiring dengan bertambahnya negara bangsa atau perluasan masyarakat internasional. Seperti yang diungkapkan sebelumnya ada beberapa jawaban mengenai hal ini. Namun yang akan diambil pendapatnya adalah pendapat dari samuel P Huntington yang dinyatakan linklater menyatakan bahwa tidak adanya jaminan pluralisme akan bertahan. Namun dari beberapa sumber lain Huntington menyatakan bahwa “masa depan pola hubungan internasional yang menunjukkan kecenderungan antagonistik dan diwarnai konflik, dengan lebih tegas dia mengatakan, konflik itu semakin meningkat antara Islam dan masyarakat-masyarakat Asia di satu pihak dan Barat di pihak lain. Lebih jauh lagi, Huntington memprediksikan, tantangan paling serius bagi hegemoni Amerika pada masa mendatang adalah revivalisme Islam dan peradaban Cina . Pendapat huntington ini mengenai Barat di masa akan datang terwujud kini jika kita lihat lagi mengenai serangan 11 September 2001 lalu merupakan pertentangan ideologi Barat dengan Islam yang membuat dunia barat eropa dan Amerika Serikat kesulitan untuk menyelesaikannya dan kini ekonomi China semakin meningkat yang sangat diwaspadai oleh duna Barat dengan cermat. Jadi pada dasarnya pemberontakan terhadap barat tidak hanya saja berlangsung pada masa lalu saja ketika perang dunia tapi kini kecenderungan kearah itu sangatlah besar, mengingat kekuatan ekonomi politik hankam Barat yang besar memaksa negara dunia ketiga tunduk padanya mesti mereka telah merdeka tapi tetap terpuruk dalam ekonomi, pendidikan, politik dan budaya.
Kini negara-negara tersebut perlahan bangkit maju seperti kemajuan negara-negara di Asia china, India, Malaysia dan Singapura dan Iran di Timur Tengah tentu harus diwaspadai mungkin saja suatu hari nanti negara-negara tersebut bisa menggeser kedudukan dan pengaruh barat di dunia Internasional.

Kesimpulan
Pada awalnya Barat dalam hal ini Eropa merupakan pemimpin dunia mereka banyak melakukan ekspansi keberbagai wilayah di dunia mulai dari Benua Amerika, Benua Asia dan Benua Afrika untuk kepentingan ekonominya. Dan hal ini berlangsung sekian lama.
Pada masanya negara-negara terjajah ini melakukan perlawanan terhadap penjajahan atas mereka, yang disebut-sebut sebagai pemberontakan terhadap Barat. Dari penjelasan sebelumnya ada 5 pokok perjuangan pemberontakan tersebut diantaranya perjuagan memperoleh kedaulatan yang sama, perjuangan politik atau hak kemerdekaan, perjuangan dari perbudakan, perjuangan ekonomi dan budaya. pemberontakan ini terus berlangsung puncaknya setelah Perang dunia kedua mereka akhirnya memperoleh kemerdekaan akibat kemunduran Barat karena perang. Hal ini berlangsung sampai masa perang dingin, setelah perang dingin muncullah asosiasi-asosiasi atau pengelompokan negara-negara di dunia.
Jadi bahwasanya perluasan masyarakat internasional merupakan akibat dari pemberontakan terhadap Barat yang pada pasca perang dunia ke dua mengalami kemunduran ekonomi maupun politik, sehingga lepaslah negara-negara tersebut dari kolonial Barat yang memunculkan negara bangsa baru.
Setelah itu berlangsung pertanyaan mengenai masa depan keamanan dunia seiring bertambahnya masyarakat internasional. Hal ini telah dikaji oleh para pemikir-pemikir dunia diantaranya menyatakan pluralisme tidak akan bertahan dan terjadi pengelompokan, yang lain menyatakan liberal yang akan memimpin dunia dan pendapat lain menyatakan setiap negara akan berusaha untuk menyelesaikan masalah dalam negerinya sendiri sebagai perwujudan kedaulatan.

Referensi:
Hans J. Morgenthau, “Politik AntarBangsa”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 1991
Andrew Linklater, “Rationalism”, dalam teori of Internasional Relations, Palgrave, New York: 2001
Samuel p Huntington, “ Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia”, Qalam, Yogyakarta: 2005
Rasionalisme, http://archipeddy.com/ess/rasionalisme.html yang diakses pada 15 April 2007 pukul ±16.00 WIB.